Jakarta, Aktual.co — Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto menyatakan bahwa dirinya dan seluruh jajaran direksi perseroan siap dicopot dari jabatan jika terbukti kinerjanya telah menyebabkan kerugian bagi perseroan.

Dirinya mempersilahkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memeriksa atau mengaudit kerugian perseroan pada periode Januari-Februari 2015 yang mencapai USD212 juta atau setara Rp2,7 triliun. Untuk itu, apabila dari hasil audit tersebut terbukti kerugian lebih disebabkan oleh buruknya kinerja perseroan dan konsekuensinya adalah dicopotnya jabatan direksi maka Dwi mengaku tidak keberatan.

“Ya nggak apa-apa. Kalau kita sudah berani ditunjuk harus berani dicopot,” kata Dwi saat ditemui di Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (13/4).

Perlu diketahui, selama periode Januari-Februari 2015 Pertamina mencatatkan kerugian bersih sebesar USD212,3 Juta atau setara dengan Rp2,7 triliun (asumsi Rp13000/USD). Pertamina sendiri mengklaim bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh anjloknya bisnis di sektor hilir yang mencapai USD368 juta.

Ia menjelaskan, kinerja perseroan tidak bisa hanya dilihat dalam waktu satu sampai dua bulan. Pasalnya hal ini menyangkut masalah efek inventory.

“Inventory Januari itu kan masih memikul beban inventory yang dibeli bulan Oktober yang harganya masih mahal,” ujar Dwi.

Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI) Ferdinand Hutahaean mengatakan, kerugian Pertamina patut dicurigai mengingat subsidi sudah hampir tidak ada. Kerugian tersebut disinyalir akibat dari kesalahan jajaran direksi yang patut ditindak lanjuti secara hukum.

“Ya BPK harus turun sebagai kewajiban BPK sebagaimana diatur UU. BPK tanpa diminta harus turun untuk memeriksa dengan audit forensik. Supaya ketahuan apa penyebab kerugian yang terjadi saat ini,” ucap Ferdinand.

Ia menegaskan, hal ini perlu dicermati dengan betul apa penyebab kerugiannya, apakah karena aksi korporasi yang salah atau karena kewajiban subsidi atau karena ketidak hati-hatian direksi dalam menjalankan tugasnya.

“Kerugian Pertamina, yang terjadi saat ini menurut pengamatan kami cenderung terjadi karena ketidak hati-hatian direksi dalam menjalankan tugasnya, tidak mampu melakukan efisiensi operasional dan tidak mampu menjadikan Pertamina untung, padahal kewajiban subsidi yang diberikan negara lewat Pertamina sudah tidak seberapa besar,” tutupnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka