Jakarta, Aktual.com-Rapat Dewan Komisioner (RDK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memandang stabilitas sektor jasa keuangan Indonesia hingga akhir Oktober dalam kondisi normal. Meski beberapa indikator kinerja sektor jasa keuangan perlu dicermati lebih jauh. Apalagi pasar keuangan dunia pada Oktober 2016 cenderung melemah.
Menurut Deputi Komisioner Manajemen Strategis IA OJK, Imansyah, dari pantaun OJK terhadap fungsi intermediasi lembaga jasa keuangan (LJK), memang masih menghadapi banya tantangan.
Buktinya, pertumbuhan kredit perbankan per September 2016 tercatat sebesar 6,47% year on year (yoy), turun dari pertumbuhan kredit pada Agustus 2016 di level 6,83%.
“Turunnya pertumbuhan kredit tersebut terutama didorong oleh kontraksi kredit dalam valuta asing sebesar 12,9% (yoy). Ini karena kinerja eksternal masih menurun. Tapi kredit rupiah masih tumbuh baik di level 10,5%,” jelas Imansyah di Jakarta, Kamis (10/11).
Dia mengatakan, intermediasi perusahaan pembiayaan mulai menunjukkan arah perbaikan, piutang pembiayaan per September 2016 tumbuh 1,83% yoy atau naik dari Agustus 2016 sebesar 0,87%.
Di tengah fungsi intermediasi LJK yang masih menghadapi tantangan itu, menurut Imansyah, penghimpunan dana lewat pasar modal cenderung meningkat. Penghimpunan dana oleh korporasi melalui pasar modal (IPO, rights issue, dan penerbitan obligasi korporasi) sampai akhir Oktober 2016 mencapai Rp148,6 triliun, dengan pipeline penawaran umum masih sebesar Rp53,4 triliun.
Penghimpunan dana di pasar modal pada tahun 2016 ini mencatat lonjakan signifikan, mengingat rata-rata penghimpunan dana 5 tahun terakhir hanya sebesar Rp102,5 triliun.
Apalagi memang, kata dia, pasar saham domestik relatif stabil di tengah kecenderungan net sell nonresiden. Ini sebagai langkah price in investor menjelang rencana kenaikan The Fed Fund Rate(FFR) di akhir tahun itu.
“Buktinya, pasar saham domestik pada Oktober 2016 menguat sebesar 1,1%. Penguatan ini didorong oleh sektor pertambangan yang menguat 13,7% seiring berlanjutnya tren peningkatan harga batubara. Sehingga secara year to date, IHSG telah menguat sebesar 18,1%,” ujar dia.
Namun semikian, penggunaan pasar modal sebagai sumber pendanaan khususnya bagi LJK juga perlu untuk diakselerasi di tengah tren penurunan pertumbuhan simpanan dan penurunan yield obligasi
Selain itu, menguatnya ekspektasi kenaikan FFR juga berimbas di pasar Surat Berharha Negara (SBN) yang cenderung melemah disertai meningkatnya aksi jual investor nonresiden.
“Rata-rata yield jangka pendek, menengah, dan panjang naik masing-masing sebesar 13 bps, 20 bps, dan 27 bps,” katanya.
Secara ytd, nonresiden masih melakukan net buy cukup signifikan di saham dan SBN masing-masing sebesar Rp32,2 triliun dan Rp117,1 triliun.
Sementara itu, lanjutnya, risiko kredit di LJK terpantau menurun. Rasio non-performing loan (NPL) tercatat sebesar 3,10%, turun dibanding posisi Agustus 2016 sebesar 3,22%.
“Jadi, likuiditas dan permodalan LJK juga masih berada pada level yang baik. Indikator likuiditas perbankan dalam kondisi memadai, bahkan meningkat jika dibandingkan bulan sebelumnya,” kata dia.
Dari sisi permodalan, ketahanan LJK domestik secara umum berada pada level yang sangat mencukupi untuk mengantisipasi potensi risiko. Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan per September 2016 mencapai 22,6%.
Di industri perasuransian, Risk-Based Capital (RBC) perusahaan asuransi umum dan asuransi jiwa masing-masing berada pada level 531% dan 269%, jauh di atas ketentuan minimum yang berlaku.
“Untuk itu ke depan, OJK melihat bahwa kondisi permodalan LJK yang cukup baik ini perlu dioptimalisasi untuk mendukung penguatan fungsi intermediasi,” pungkas dia.
*Busthomi
Artikel ini ditulis oleh: