Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo memaparkan hasil Rapat Dewan Gubernur BI yang membahas BI Rate di Jakarta, Kamis (18/2). Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia menetapkan suku bunga acuan berada di level 7 persen atau turun 25 basis poin, yang merupakan kelanjutan setelah pada RDG Januari 2016 suku bunga acuan dipangkas menjadi 7,25 persen. ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma/aww/16.

Jakarta, Aktual.com — Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo sangat bersyukur mata uang rupiah terus menguat dalam beberapa hari belakangan.

Hal ini karena memang terjadinya perbaikan sejumlah indikator makroekonomi domestik dan adanya konsistensi reformasi kebijakan struktural oleh pemerintah.

Akan tetapi, Agus Marto belum berani memastikan penguatan rupiah ini dapat terjadi hingga akhir 2016 ini.

“Saya tidak bisa sampaikan itu (terjadi penguatan hingga akhir tahun). Tapi saya melihat sudah ada confident (pelaku pasar) terhadap Indonesia,” katanya seusai mengikuti raker RUU Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (P2KSK) dengan Komisi XI DPR, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (10/3) malam.

Keyakinan para pelaku pasar itu larena ditopang oleh sejumlah katalis positif dari kondisi ekonomi domestik. Sehingga dengan kondisi tersebut telah menyebabkan adanya dana masuk (capital inflow) ke Indonesia sejak awal tahun sudah mencapai angka yang besar.

“Sudah lebih dari Rp30 triliun capital inflow di tahun ini,” tandas Agus.

Dengan demikian, ia menambahkan, BI berharap kondisi tersebut dapat menjaga stabilitas nilai tukar rupiah yang dalam beberapa hari berada pada tren apresiasinya terhadap dollar AS.

Apalagi cadangan devisa di Februari 2016 juga mengalami kenaikan menjadi US$104,5 miliar. Penguatan itu menjadi sinyal positif bagi laju rupiah ke depannya.

“Naiknya cadev itu kan dari penerimaan devisa migas, penarikan pinjaman pemerintah dan juga ada dari lelang Surat Berharga Bank Indonesia (SBBI) valas,” jelas dia.

Selain itu, sentimen positif lainnya bersumber dari laju inflasi yang terkendali dan adanya surplus neraca perdagangan. Sehingga target pertumbuhan ekonomi 2016 yang di angka 5,2-5,6 persen, diperkirakan akan terjadi di batas tengah menjadi 5,4 persen.

“Memang selama beberapa hari ini ada periode risk-on yang ditandai dengan harga minyak dunia meningkat serta adanya optimisme bahwa pertumbuhan ekonomi dunia tidak seburuk yang diperkirakan sebelumnya,” pungkas Agus.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka