Jakarta, Aktual.com — PT Chevron Pacific Indonesia mengaku belum mengurangi pekerjanya di sektor minyak dan gas bumi (migas) di Provinsi Riau, meski sejak tahun lalu harga minyak dunia terus merosot dan kini bertahan pada angka 30 dolar AS per barel.
Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Persyaratan Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Riau, Ruzaini di Pekanbaru, Selasa (2/2), menyatakan pihaknya belum menerima surat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada industri hulu migas tersebut.
“Belum ada. Kami belum terima surat PHK dari Chevron sebagai perusahaan yang memperkerjakan tenaga kerja paling besar di Riau untuk sektor migas,” ujarnya.
Meski demikian, lanjut Ruzaini, pihaknya memahami akibat penurunan harga minyak dunia yang terus terjadi, telah berimbas kepada membengkaknya biaya operasional dan harus dikeluarkan perusahaan.
Walau kini tidak sebanding penjualan migas yang dihasilkan dari provinsi tersebut, namun akan berpengaruh terhadap dana bagi hasil yang diterima provinsi tersebut setiap tahun.
“Kita telah minta mereka (Chevron) tetap dioptimalkan saja produksi. Dan kalau bisa, pengurangan pekerja bersifat natural saja. Jika ada pensiun, ya pensiun. Tapi yang jelas mereka minta moratorium penerimaan pegawai baru,” ungkap Rizani.
Rencana perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Chevron untuk melakukan PHK karyawan sampai saat ini masih terkendala karena Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) belum menyetujui rencana itu.
“Chevron rencananya akan PHK 25 persen karyawan, tetapi belum kami setujui. Saat ini masih dibahas bolak-balik,” kata Kepala Humas SKK Migas, Elan Biantoro.
Menurut dia, KKKS tidak bisa begitu saja melakukan PHK tanpa persetujuan dari pemerintah karena bisa dianggap melanggar ketentuan dan kontrak bagi hasil (PSC) yang ditandatangani pemerintah dan kontraktor.
Kontraktor terikat dalam PSC menyebutkan, setiap aturan yang dibuat harus sesuai dengan keputusan pemerintah.
Pekan lalu, SKK Migas telah bertemu dengan pihak Chevron dan pihaknya mengimbau agar perusahaan itu mengupayakan efisiensi lain sebelum melakukan PHK.
Tidak masalah jika kontraktor melakukan pengurangan karyawan berdasarkan kesepakatan antara perusahaan dan karyawan atau jika terdapar karyawan yang mengajukan pengunduran diri, tetapi bukan PHK secara masal.
“Posisi kami tetap pada efisiensi, pensiun alami. Stop recruitment (penerimaan) pegawai baru dulu,” katanya.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Arbie Marwan