Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua Komisi V DPR RI Michael Wattimena mengakui usulkan alokasi proyek infrastruktur di Maluku kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), yang nilainya mencapai Rp 52 miliar.
“Karena daerah kelahiran saya, Kecamatan Saparua, Kabupaten Maluku tengah, saya usulkan jalan lingkar Saparua, tidak tertangani dengan baik. Saya usulkan tempat kelahiran saya diprogramkan dalam program APBN,” tutur Wattimena, saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang Damayanti Wisnu Putranti, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (20/7).
Politikus Partai Demokrat ini berdalih, usulan tersebut diajukan bukan karena ada ‘fee’ yang akan dia terima, melainkan bentuk pengadian terhadap tanah kelahirannya. Padahal diketahui, Maluku bukanlah konstituen yang menjadi tanggung jawab Wattimena.
“Bukan karena paksaan tapi karena lingkar Saparua itu sudah masuk dalam renstra Kementerian PUPR, jadi sudah ada. Tinggal mendorong selama ini tidak tertangani, sebagai anak negeri lahir di sana kami dorong‎,” kata dia.
Seperti diketahui, mengenai pembiayaan proyek infrastruktur di Maluku ini menjadi polemik usai KPK menangkap tangan Damayanti dan Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir.
Sebab, ada ‘fee’ yang didapat Damayanti karena mengusulkan program aspirasinya untuk proyek infrastruktur di Maluku itu. KPK menganggap, ‘fee’ ini adalah bagian dari suap.
Fakta hukum yang ada, Abdul Khoir terbukti bersalah memberikan suap kepada empat anggota Komisi V DPR, Damayanti, Budi Supriyanto, Andi Taufan Tiro dan Musa Zainuddin.
Suap tersebut tak lain adalah ‘fee’ kepada mereka lantaran bersedia mengalokasikan program aspirasinya untuk proyek-proyek di Maluku, yang masuk dalam APBN Kementerian PUPR.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby