Jakarta, aktual.com – Direktur Migran Watch, Aznil Tan, menyampaikan pandangannya mengenai dinamika dan tantangan yang dihadapi oleh pekerja migran Indonesia (PMI) dalam sebuah diskusi yang berlangsung di Kampus STIAMI, Selasa (21/5) siang. Aznil menegaskan bahwa pekerjaan sebagai PMI bukanlah sekadar menjadi pembantu rumah tangga, melainkan mencakup berbagai keterampilan yang beragam.
“PMI itu, pekerja migran adalah pekerjaan yang telah ada sejak dulu. PMI itu bukan pembantu rumah tangga,” ujar Aznil.
Dirinya pun menjelaskan bahwa pekerjaan PMI terbagi menjadi tiga kategori: keterampilan lunak (soft skill), keterampilan umum (general working skill), dan keterampilan tinggi (high skill).
Menurut Aznil, keterampilan tinggi atau high skill lebih banyak dikuasai oleh tenaga kerja asal India, yang mendominasi sektor-sektor seperti teknologi informasi, akuntansi, hukum internasional, dan kedokteran di Amerika Serikat.
“High skill lebih banyak dikuasai oleh India. Di Amerika, ahli IT, akuntan, hukum internasional, kedokteran yang tidak pernah digarap dan tidak pernah tersentuh,” katanya.
Namun, Aznil juga menyatakan keprihatinannya terhadap pekerja dengan keterampilan lunak yang seringkali mengalami eksploitasi.
“Kesedihan biasanya sering terjadi pada soft skill. Mereka biasanya sering dieksploitasi,” ungkapnya.
Aktivis 98 ini mendorong generasi muda Indonesia, terutama Generasi Z, untuk mempertimbangkan peluang kerja di luar negeri. Karena data bahwa 9,9 juta Gen Z di Indonesia saat ini hidup tanpa kegiatan atau menganggur.
“Saya mengajak kalian sebagai makhluk bumi. Jangan hanya kerja di Indonesia,” kata Aznil.
Selain itu, Aznil juga menyoroti kebutuhan akan lapangan kerja baru bagi 3,6 juta penduduk Indonesia.
“Setelah selesai sarjana, kalian menjadi pengangguran. Kalian butuh produktif, syarat bonus demografi itu syaratnya produktif,” tambahnya.
Aznil mengkritik pemerintah yang jarang memberikan pekerjaan bagi lulusan perguruan tinggi.
“Inilah yang saya katakan bahwa pemerintah jarang memberikan pekerjaan,” tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa ketika Indonesia kesulitan menyediakan pekerjaan, negara-negara maju justru membuka banyak peluang kerja karena mereka menghadapi kekurangan tenaga kerja.
“Kampus perguruan tinggi ini, sebagai pencetak high skill yang sangat berpotensi untuk didapat,” ujarnya.
Aznil juga mengkritisi diskriminasi yang masih terjadi di Indonesia terkait kriteria usia dan tinggi badan dalam pekerjaan.
“Negara kita masih diskriminatif, misal terkait umur, tinggi badan dan lain-lain. Di luar negeri, orang besok meninggal aja masih dibolehkan kerja,” pungkasnya.
Dengan demikian, Aznil berharap bahwa lebih banyak pekerja Indonesia akan mempertimbangkan peluang di luar negeri untuk meningkatkan keterampilan mereka dan mengatasi tantangan pengangguran di dalam negeri.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain