Jakarta, Aktual.com – Proses uji sidang analisis dampak lingkungan (amdal) tanggul raksasa (Giant Sea Wall) oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLH) dianggap minim partisipasi publik.

Wakil Ketua Bidang Hukum dan Perlindungan Nelayan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Martin Hadiwinata mengatakan tidak ada satupun masyarakat terdampak ada atau organisasi sipil terkait yang diundang saat uji sidang amdal digelar.

“Itu sangat jelas (minim partisipasi). Apalagi di aturan yang mereka (KLHK) buat sendiri tentang pelibatan masyarakat, wajib ada organisasi lingkungan hidup yang terlibat,” ujar dia kepada Aktual.com, Rabu (8/6).

Masyarakat dan organisasi sipil harus dilibatkan guna memastikan aspirasi didengar dan diperhatikan. Mengingat mereka akan terdampak atas megaproyek di Teluk Jakarta.

“Dan amdal yang dibuat itu seharusnya memberikan situasi yang sebenarnya seperti apa yang terjadi di Teluk Jakarta, termasuk lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi,” kata dia.

KLHK diketahui telah menggelar uji sidang amdal GSW yang merupakan bagian dari megaproyek pembangunan terpadu pesisir ibukota negara (national capital integrated coastal development/NCICD) sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 3/2016.

Minimnya keterlibatkan sipil pada uji sidang amdal ini menambah polemik pengembangan terpadu Pantai Utara (Pantura) Jakarta, menyusul adanya kasus 17 pulau buatan. Apalagi, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) telah mencatat, bahwasanya proyek itu berdampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. baca: Dampak Proyek Pembangunan Tanggul Raksasa terhadap Nelayan dan Ibukota

Artikel ini ditulis oleh: