Pengacara Otto Cornelis Kaligis (tengah belakang) keluar ruangan seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (14/7). KPK menahan Otto Cornelis Kaligis sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara di Medan, Sumatera Utara. ANTARA FOTO/Vitalis Yogi Trisna/kye/15

Jakarta, Aktual.com — Otto Cornelis Kaligis yang menjadi terdakwa dalam perkara dugaan pemberian suap kepada hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara Medan mengajukan surat permohonan izin membesuk, untuk 257 orang anggota keluarga dan kerabatnya kepada majelis hakim.

“Di tangan majelis ada surat permohonan izin besuk untuk istri, anak, sampai keponakan yang termasuk keluarga sejumlah 63 orang, kerabat berjumlah 94 orang dan daftar penasihat hukum untuk bisa menjenguk di Rutan Guntur sebanyak 100 orang,” kata Ketua Majelis Hakim Sumpeno dalam sidang pembacaan nota keberatan (eksepsi) di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Menurut hakim, dalam surat itu Kaligis meminta agar 257 orang tersebut bisa mendapat tambahan menjenguk dia yang saat ini meringkuk di rumah tahanan KPK di Detasemen Polisi Militer (Denpom) Guntur setiap Sabtu. “Ini surat sudah masuk tapi yang dikehendaki itu tidak jelas, apakah Sabtu ini saja atau setiap Sabtu dan sampai kapan?” kata hakim Sumpeno.

“Saya minta tambahan setiap hari Sabtu selama dua jam dari jam 10-12, mohon bisa hari Sabtu, kalau aturan KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) sih bisa besuk hari Sabtu,” kata Kaligis.

“Memang anda dibesuk setiap hari apa?” kata Sumpeno.

“Senin-Jumat, tapi kan sekarang sudah masuk perkara (menjalani persidangan) jadi perlu tambahan, PH (Penasihat Hukum) saya hanya bisa sampai jam 12, padahal pekerjaan rumah saya banyak,” ujar advokat senior itu.

“Berarti hak saudara sudah diberikan kan? Ini izinnya mau sampai kapan kan ada status sebagai terdakwa ada juga sebagai napi,” tanya hakim Sumpeno lagi.

“Sampai selesai yang mulia, sampai pledoi, kalau memang keberatan ditolak karena biasanya keberatan ditolak, tapi mungkin ada mujizat. Kalau napi kan beda lagi,” kata Kaligis.

“Jadi permintaan tambahan waktu besuk ini bagaimana Penuntut Umum?” kata hakim Sumpeno ke jaksa penuntut umum KPK.

“Terkait kunjungan penasihat hukum di rutan KPK hanya dilaksanakan pada hari kerja, sedangkan Sabtu dan Minggu tidak termasuk hari kerja. Kalau keluarga ada pembatasan lain, dan kalau ada kunjungan jam kerja berbarengan dengan sidang diganti hari yang lain,” kata Ketua JPU KPK Yudi Kristiana.

“Itu SOP (standard operating procedure) yang mulia, mudah-mudahan pimpinan (KPK) yang baru mengubahnya, kami menderita karena SOP,” ujar Kaligis.

Pencabutan pemblokiran Kaligis pun kembali mengajukan permohonan untuk pencabutan pemblokiran rekening bank untuk kantornya. “Mohon maaf ini terkait nasib orang, tolonglah kemanusiaan Anda, tahun depan saya 50 tahun jadi pengacara, masa rekening yang tidak ada hubungan dengan perkara juga diblokir. 70 persen karyawan saya diberhentikan,” ujar Kaligis.

Atas permohonan tersebut, hakim pun meminta pendapat jaksa. “Terkait pengajuan blokir rekening karena sudah disampaikan di persidangan, kami akan sampaikan ke penyidik dulu alasan-alasan permohonan pembukaan blokir, kalau diperlukan akan dibuka tapi kalau ada alasan lain juga kami akan sampaikan di persidangan, mohon waktu 1 minggu untuk menyampaikan,” kata jaksa Yudi Kristiana.

“Baik terkait penyitaan blokir penyidik majelis menunggu penjelasan dari penuntut umum,” kata Sumpeno.

Dalam perkara ini, Kaligis didakwa memberikan uang dengan nilai total 27 ribu dolar AS dan 5000 dolar Singapura kepada tiga hakim PTUN Medan yaitu Tripeni Irianto Putro, Dermawan Ginting dan Amir Fauzi serta panitera PTUN Medan yaitu Syamsir Yusfan untuk mempengaruhi putusan terkait penyelidikan korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH) dan Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

Perbuatan OC Kaligis merupakan tindak pidana korupsi yang diatur dan diancam pidana dalam pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu