Jakarta, Aktual.com – Harga minyak melonjak sekitar dua dolar AS per barel pada akhir perdagangan Selasa (13/12) pagi, di tengah kegelisahan pasokan ketika pipa utama yang memasok Amerika Serikat ditutup dan Rusia mengancam pengurangan produksi bahkan ketika pembatasan COVID-19 yang dilonggarkan China mendukung prospek permintaan bahan bakar.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Februari terangkat 1,89 dolar AS atau 2,5 persen, menjadi menetap di 77,99 dolar AS per barel,. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Januari melonjak 2,15 dolar AS atau 3,0 persen, menetap ditutup pada 73,17 dolar AS per barel.
Pekan lalu, Brent dan WTI jatuh ke level terendah sejak Desember 2021 karena investor khawatir kemungkinan resesi global dapat mengganggu permintaan minyak.
Potensi pemadaman berkepanjangan pipa minyak mentah Keystone dari Kanada ke Amerika Serikat oleh TC Energy Corp membantu membalikkan harga.
“Perbaikan pipa Keystone tampaknya memakan waktu lebih lama dari yang diharapkan (dan) meningkatkan kemungkinan penarikan stok lebih lanjut di Cushing,” kata Jim Ritterbusch dari Ritterbusch and Associates.
Pedagang khawatir tentang berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membersihkan dan memulai kembali operasi pipa minyak Keystone setelah lebih dari 14.000 barel minyak bocor minggu lalu, tumpahan minyak mentah AS terbesar dalam hampir satu dekade.
TC Energy menutup pipa setelah tumpahan ditemukan Rabu malam lalu (7/12) di Kansas. Perusahaan mengatakan kepada pejabat di Washington County, Kansas, bahwa mereka belum menentukan penyebab atau jadwal untuk memulai kembali beroperasi.
Pipa Keystone mengirimkan sekitar 622.000 barel per hari, jalur penting untuk minyak mentah berat Kanada yang dikirim ke penyulingan AS dan ke Gulf Coast untuk diekspor.
Pemadaman diperkirakan akan menyusutkan pasokan di pusat penyimpanan Cushing, Oklahoma, dan titik pengiriman untuk patokan minyak mentah berjangka AS.
Tujuh analis yang disurvei oleh Reuters memperkirakan, secara rata-rata, persediaan minyak mentah secara keseluruhan turun sekitar 3,9 juta barel dalam seminggu hingga 9 Desember, sebuah jajak pendapat Reuters menunjukkan.
Riset Bank of America mengatakan Brent dapat pulih melewati 90 dolar AS per barel didukung perubahan arah dovish dalam kebijakan moneter Federal Reserve AS dan pembukaan kembali ekonomi yang “berhasil” oleh China.
“Pembukaan kembali China jelas merupakan fokus pasar,” kata Phil Flynn, analis di grup Price Futures.
China, importir minyak mentah terbesar dunia, terus melonggarkan kebijakan nol-COVID yang ketat, meskipun jalan-jalan di ibu kota Beijing tetap sepi dan banyak bisnis tetap tutup selama akhir pekan.
Pada Senin (12/12/2022), antrean terbentuk di luar klinik demam di kota Beijing dan Wuhan, tempat COVID pertama kali muncul tiga tahun lalu.
“Pasar minyak kemungkinan akan tetap bergejolak dalam waktu dekat di tengah ketidakpastian atas dampak pada produksi Rusia dari larangan Uni Eropa, berita utama tentang kebijakan COVID China, dan pergerakan bank sentral di AS dan Eropa,” kata analis UBS dalam sebuah catatan.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan pada Jumat (9/12) bahwa Rusia dapat memangkas produksi dan akan menolak untuk menjual minyak ke negara mana pun yang memberlakukan batasan harga “bodoh” pada ekspor Rusia.
Menteri energi Arab Saudi juga mengatakan pada Minggu (11/12/2022) bahwa langkah pembatasan harga belum memiliki hasil yang jelas.
Jumlah kapal tanker yang menunggu untuk melewati Selat Bosphorus Istanbul turun pada Senin (12/12/2022), menunjukkan berkurangnya penumpukan lalu lintas baru-baru ini.
“Embargo Uni Eropa atas minyak mentah Rusia… dapat menambah risiko harga energi terbalik yang moderat dalam beberapa bulan ke depan. Tetapi ketidakpastian pasokan akan mereda pada musim semi 2023, setelah embargo pada produk minyak (pada 5 Februari) terjadi,” Deutsche Bank mengatakan dalam sebuah catatan.
Artikel ini ditulis oleh:
Arie Saputra