Jakarta, Aktual.com —  Harga minyak dunia terus merangkak naik, akibatnya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) nonsubsidi yang dijual PT Pertamina (Persero) serta SPBU asing pun terus terkerek naik.

Akan tetapi, disaat harga BBM Pertamax RON 92 dan 95 melambung akibat kondisi pasar, Pertamina justru masih mempertahankan harga BBM jenis Premium RON 88, padahal BBM jenis tersebut saat ini bukan lagi menjadi BBM Subsidi dan penentuan harganya sudah bisa mengikuti perkembangan pasar, yang tentunya apabila tidak dijual di harga keekonomiannya, Perseroan akan mengalami kerugian.

Lantas bagaimana siasat perseroan mengatasi kerugian tersebut?

Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro mengatakan, alasan pihaknya masih mempertahankan harga premium hingga saat ini lantaran mengikuti apa yang menjadi kebijakan Pemerintah.

“Kita kan ikutin kebijakan pemerintah. Tidak terlalu banyak bisa kasih informasi karena itu semua keputusan pemerintah. Jamali (Jawa-Madura-Bali) memang diputuskan pemerintah. Dan non Jamali memang kita, tetapi kan kita juga harus minta persetujuan dari pemerintah,” kata Wianda saat ditemui di gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (16/6).

Wianda juga mengaku telah berkoordinasi dengan Pemerintah soal perhitungan terbaru harga Premium dan meminta Pemerintah untuk mengkompensasi jika ingin menahan kenaikan harga BBM RON 88 tersebut.

“Perhitungan kita kan nanti dikasih pemerintah dan pemerintah harus beri kompensasi. Pokoknya target kita itu USD1,7 miliar dolar buat laba kita,” ujar dia.

Menurutnya, untuk kompensasi, Pemerintah bisa memberikannya melalui kegiatan hulu yang diberikan Pertamina.

“Termasuk pengelolaan migas di hulu. Pokoknya kita harus balance laba kita harus bisa USD1,7 miliar. Itu yang kita sampaikan ke pemerintah. Kita optimis masih tercapai target itu,” tutupnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka