Ladang minyak BP Eastern Trough Area Project (ETAP) di Laut Utara, sekitar 100 mill dari Aberdeen Skotlandia.

Jakarta, Aktual.com – Harga minyak naik di perdagangan Asia pada Senin sore, karena pasokan global mengetat dengan ekspor yang lebih rendah dari Arab Saudi dan Rusia, mengimbangi kekhawatiran yang mengganggu tentang pertumbuhan permintaan global di tengah suku bunga yang tinggi.

Minyak mentah berjangka Brent terangkat 61 sen menjadi diperdagangkan di 85,41 dolar AS per barel pada pukul 06.49 GMT. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS menguat 63 sen menjadi diperdagangkan di 81,88 dolar AS per barel.

Kontrak WTI September berakhir pada Selasa (22/8/2023) dan kontrak Oktober yang lebih aktif bertambah 56 sen menjadi diperdagangkan di 81,22 dolar AS per barel.

Kedua harga acuan bulan depan menghentikan kenaikan beruntun 7 minggu pada minggu lalu untuk membukukan kerugian mingguan sebesar 2,0 persen setelah dolar AS menguat karena kemungkinan suku bunga bisa tetap lebih tinggi lebih lama, dengan krisis properti China menambah kekhawatiran tentang pertumbuhan ekonomi dan permintaan minyak yang lesu.

“Kami masih melihat neraca minyak yang ketat untuk sisa tahun ini, yang menunjukkan bahwa harga masih memiliki ruang untuk bergerak lebih tinggi,” kata Warren Patterson, kepala penelitian komoditas ING.

Selain itu, “dolar tampaknya mengambil sedikit jeda, yang akan memberikan beberapa dukungan,” katanya.

Harga minyak biasanya bergerak terbalik dalam kaitannya dengan dolar AS, dengan dolar yang lebih lemah membuat pembelian minyak lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya dan memicu permintaan.

Di sisi penawaran, ekspor minyak mentah OPEC+ akan turun untuk bulan kedua pada Agustus, kata Stefano Grasso, manajer portofolio senior di 8VantEdge di Singapura, mengutip data awal dari perusahaan pelayaran Kpler.

Sementara itu, China, importir minyak mentah utama dunia menarik rekor persediaan yang terkumpul awal tahun ini ketika kilang-kilang mengurangi pembelian setelah pemotongan pasokan oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutu yang dipimpin oleh Rusia, yang dikenal sebagai OPEC+, mendorong harga global di atas 80 dolar AS per barel.

Pada Juli, pengiriman Arab Saudi ke China turun 31 persen dari Juni sementara Rusia, dengan minyak mentah diskonnya, tetap menjadi pemasok terbesar ke raksasa Asia itu, data bea cukai China menunjukkan.

Pabrik penyulingan China juga menggenjot ekspor produk olahan pada Juli, didorong oleh marjin ekspor yang kuat.

Di Amerika Serikat, jumlah rig minyak yang beroperasi, indikator awal produksi masa depan, turun lima menjadi 520 rig minggu lalu, terendah sejak Maret 2022, menurut laporan Baker Hughes pada Jumat (18/8/2023).

“Seluruh pasokan turun, permintaan naik,” kata Grasso.

“Kecuali jika ada resesi dan permintaan melambat atau turun, OPEC+ memegang kendali.”

Artikel ini ditulis oleh:

Arie Saputra