Jakarta, Aktual.com – Harga minyak naik moderat pada pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), merebut kembali beberapa kerugian yang mereka derita di sesi sebelumnya karena pasar fokus pada kekhawatiran pasokan minyak Rusia, meningkatnya permintaan China dan setelah bank sentral Inggris menaikkan suku bunga kurang dari yang diperkirakan.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November terangkat 55 sen atau hampir 0,7 persen, menjadi menetap di 83,49 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange, setelah naik lebih dari 3 dolar AS di awal sesi.
Minyak mentah Brent untuk pengiriman November bertambah 63 sen atau 0,7 persen, menjadi menetap di 90,46 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange, setelah naik lebih dari 2 dolar AS di awal sesi.
Rusia meningkatkan ketegangan geopolitik dengan wajib militer terbesarnya sejak Perang Dunia Kedua, meningkatkan kekhawatiran eskalasi perang di Ukraina lebih lanjut dapat merusak pasokan.
“Retorika permusuhan (Presiden Rusia Vladimir) Putin adalah apa yang menopang pasar ini,” kata John Kilduff, mitra di Again Capital LLC di New York.
Kendala pasokan dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) menambah dukungan lebih lanjut, kata para analis.
“Ekspor minyak mentah OPEC telah mendatar dari kenaikan kuat pada awal bulan ini,” kata Giovanni Staunovo, analis komoditas di UBS.
Uni Eropa sedang mempertimbangkan pembatasan harga minyak, pembatasan yang lebih ketat pada ekspor teknologi tinggi ke Rusia dan lebih banyak sanksi terhadap individu, kata para diplomat, menanggapi apa yang dikutuk Barat sebagai eskalasi perang Moskow di Ukraina.
Otoritas Sekuritas dan Pasar Eropa (ESMA) juga mempertimbangkan penghentian sementara derivatif energi karena harga telah naik menyusul invasi Rusia ke Ukraina pada Februari.
Parameter mekanisme semacam itu harus ditetapkan di tingkat Uni Eropa untuk diterapkan ke semua platform yang memperdagangkan turunan energi, katanya.
Permintaan minyak mentah di China, importir minyak terbesar dunia, rebound setelah diredam oleh pembatasan ketat COVID-19.
Bank sentral Inggris menaikkan suku bunga utamanya sebesar 50 basis poin menjadi 2,25 persen dan mengatakan akan terus “merespons dengan kuat, jika perlu” terhadap inflasi.
Kenaikan suku bunga itu “kurang dari yang diperkirakan pasar dan menentang beberapa ekspektasi bahwa pembuat kebijakan Inggris mungkin dipaksa ke langkah yang lebih besar,” kata bank ING.
Bank sentral Turki secara tak terduga memangkas suku bunga kebijakannya sebesar 100 basis poin menjadi 12 persen, ketika sebagian besar bank sentral di seluruh dunia bergerak ke arah yang berlawanan.
Menyusul kenaikan besar-besaran Federal Reserve 75 basis poin pada Rabu (21/9), kenaikan suku bunga juga datang dengan cepat dan kuat dari bank sentral Swiss, bank sentral Norwegia, bank sentral Indonesia, dan bank sentral Afrika Selatan.
Kenaikan suku bunga untuk meredam inflasi telah membebani ekuitas, yang sering bergerak seiring dengan harga minyak. Kenaikan suku bunga dapat mengekang kegiatan ekonomi dan permintaan bahan bakar.
“Ini hanya menunjukkan betapa sinkronnya siklus pengetatan saat ini,” kata Deutsche Bank.
Artikel ini ditulis oleh:
Nurman Abdul Rahman