Akibatnya sejumlah industri kecil pengasinan ikan dan telur asin mengurangi bahan baku garam dalam proses produksinya serta bagaimana tingkat produktifitas garam di daerah, apakah ada upaya memacu produksi garam melalui perluasan lahan atau penerapan teknologi baru.

Dalam konteks potensi pengembangan garam di NTT, katanya, Perusahaan Negara Garam sedang menggarap 400 hektare di Teluk Kupang dan sudah menghasilkan, 1 hektare bisa mencapai 120 ton.

Garam tersebut, katanya, juga berkualitas tinggi karena didukung dengan kondisi laut yang biru dan panasnya panjang.

Menurut dia saat ini, Indonesia masih mengimpor garam dari luar dengan besaran mencapai 6 juta ton per tahun, padahal secara potensi, sebenarnya tidak perlu impor.

“Pemerintah ‘kan sudah menginginkan agar angka impor bisa turun signifikan dengan mengandalkan dari dalam negeri dan karena itu lahan yang paling cocok di Nusa Tenggara Timur,” katanya.

Bayangkan, kata dia, potensi areal garam idi Kabupaten Malaka sekitar 30.000 hektare, di Teluk Kupang 8.000 hektare, Kabupaten Rote sekitar 1.000 hektare. Selain itu, Kabupaten Ende 2.000 hektare, di Reo hampir 5.000 hektare, dan Nagekeo sekitar 1000 hektare.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Eka