Jakarta, Aktual.com — Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Muhammad Nasir mengatakan sebanyak 39.000 dosen di Tanah Air masih lulusan strata satu atau sarjana.
“Dalam waktu dekat, kami akan membentuk tim untuk mencari jalan keluar dari masalah ini. Jangan sampai ini menjadi masalah baru,” ujar Nasir, kepada wartawan, dalam peluncuran Nomor Induk Dosen Khusus (NIDK), di Jakarta, Selasa (12/1).
Dosen-dosen dengan gelar sarjana itu tidak hanya mengajar di perguruan tinggi swasta, tetapi juga di perguruan tinggi negeri seperti yang terjadi di sejumlah politeknik maupun akademi kesehatan yang berdiri sebelum tahun 2012.
“UU Pendidikan Tinggi baru terbit pada 2012. Dulu syarat menjadi dosen yang lulusan sarjana tidak dikembangkan. Ini yang harus diselesaikan melalui Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) atau pengalaman mengajarnya,” jelas Nasir.
Rendahnya pendidikan para dosen tersebut, akan berdampak pada kemajuan dan kualitas perguruan tinggi di Tanah Air. Apalagi saat ini, sudah diberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
“Kami akan memacu para dosen tersebut meningkatkan pendidikan.”
Kemenristekdikti juga menyebut dosen di Tanah Air yang bergelar doktor pun masih kurang dari 15 persen. Peningkatan mutu dosen akan dilakukan dengan beberapa upaya, seperti memberikan berbagai beasiswa untuk dosen yang ingin melanjutkan pendidikannya.
Kemenristekdikti juga baru meluncurkan NIDK yang bertujuan untuk mengurangi kesenjangan rasio dosen dan mahasiswa. Berdasarkan hasil pemetaan yang dilakukan Kemenristekdikti terdapat total 6.066 program studi (prodi) yang kekurangan dosen di PTS maupun PTN yang ada di bawah Kemenristek Dikti. Terdiri dari 1.469 prodi PTN, dan 4.597 prodi PTS.
Sementara itu, rasio dosen berbanding Mahasiswa yakni 1:80, bahkan ada yang mencapai 1:100. Padahal rasio normal untuk perguruan tinggi adalah 1:45 untuk ilmu sosial, dan 1:30 untuk ilmu eksakta.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara