Batanghari, Aktual.com – Taman Hutan Rakyat (Tahura) di Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi, merupakan kawasan yang seharusnya menjadi cagar alam dan cagar biosfer terbesar di propinsi tersebut, dengan luas 15.830 hektare.
Sayangnya, kini hal tersebut tidak tercapai, karena kawasan tersebut banyak diokupasi dan telah berubah menjadi perkebunan kelapa sawit, bahkan sebagian besar lahan pertaniannya telah berubah menjadi pemukiman yang mayoritas dihuni oleh warga dari luar propinsi Jambi seperti dari Riau dan Medan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Batanghari, Zamzami saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (29/11) mengungkapkan meskipun tidak memiliki Polisi Hutan (Polhut) dan Petugas Pengamanan dan Penegak Hukum (PPPH), pihaknya telah berupaya maksimal untuk mengembalikan fungsi Tahura.
“Kami mulai dengan metode pendekatan persuasif pada masyarakat perambah. Babinkamtibmas dari pihak TNI dan Polri juga dilibatkan. Setelah itu, selanjutnya menyerahkan permasalahan tersebut pada Dinas Gakum Hutan atau kelembagaan propinsi yang lebih berkompeten,” ujar Zamzami.
Dia menambahkan berdasarkan tinjauan tim di lapangan yang melibatkan Pamswakarsa dari masyarakat setempat, luasan lahan Tahura yang tersisa paling tinggal 30 persen dari keseluruhan luasannya.
“Bapak Kapolda Jambi juga sempat berkunjung ke lokasi taman hutan rakyat Senami pasca kebakaran (5 November) yang lalu. Dia mengatakan bahwa kondisi Tahura sangat memprihatinkan,” terangnya.
Berdasarkan keterangan warga sekitar Tahura yang enggan disebutkan namanya, bahkan saat ini sudah banyak oknum yang melakukan illegal drilling di kawasan Tahura Senami Sridadi tersebut.
“Sebagian besar lahan dikuasai oleh orang dari luar daerah. Kondisi ini sangat tidak menguntungkan dan membahayakan kelestarian Tahura Batanghari,” pungkasnya.
(Laporan: Ahmad Kurniawan)
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan