Pengamat INDEF, Enny Sri Hartati (kanan) dan Anggota DPR F-Partai Golkar, Misbakhun (kiri) saat diskusi dialektika demokrasi dengan tema Tax Amnesty, Jangan Seperti “Tak Ada Akar, Rotan Pun Jadi” di gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (1/9). Dana tebusan dari kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) yang didapatkan baru mencapai Rp 2 triliun. Angka itu masih jauh dari target sebesar Rp 165 triliun. Pemerintah disarankan mengubah strategi sosialisasi. AKTUAL/TINO OKTAVIANO

Medan, Aktual.com – Anggota Komisi XI DPR M Misbakhun mengaku tengah memperjuangkan Rancangan Undamg-undang (RUU) Konsultan Pajak. Terlebih, RUU itu masih dalam tahap harmonisasi di Badan Legislasi (Baleg) DPR.

Misbakhun menyatakan, sistem perpajakan sangat rumit dan dinamis. Karena itu keberadaan RUU Konsultan Pajak jika kelak diberlakukan akan menjembatani kepentingan negara dengan para wajib pajak.

“Peran konsultan pajak harus diatur dalam UU sebagai profesi yang harus memiliki keahlian, ilmu pengetahuan dan sertifikasi tersendiri. Hal ini sama dengan profesi lain yang diatur dalam UU. Misalnya UU Arsitek, UU Polri, UU TNI, UU ASN, UU Notaris, UU Guru dan Dosen, dan masih banyak UU profesi lain,” ujar Misbakhun di seminar nasional bertema RUU Konsultan Pajak, Fasilitas Perpajakan Terkini dan Penegakan Hukum Perpajakan yang digelar oleh Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) di Medan, Rabu (2/5).

Salah satu inisiator RUU Konsultan Pajak itu menambahkan, merujuk data IKPI, saat ini di seluruh Indonesia hanya ada 4.500 konsultan pajak. Menurutnya, jumlah itu sangat kecil untuk menunjang kinerja Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak di Indonesia yang berpenduduk lebih dari 250 juta jiwa.

“Idealnya jumlah konsultan harus di atas 60 juta. Jepang memiliki 66.000 pegawai pajak dan 74.000 konsultan pajak dengan jumlah penduduk yang lebih kecil,” beber mantan pegawai Ditjen Pajak itu.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara