Jakarta, aktual.com – Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa larangan rangkap jabatan bagi wakil menteri (wamen) sebenarnya sudah ditegaskan dalam putusan Nomor 80/PUU-XVII/2019 pada 11 Agustus 2020.

Hal itu disampaikan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih saat membacakan pertimbangan putusan perkara nomor 128/PUU-XXIII/2025 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (28/8/2025).

“Berkenaan dengan pokok permohonan Pemohon a quo yang mempersoalkan larangan rangkap jabatan wakil menteri, menurut Mahkamah, pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 80/PUU-XVII/2019 sesungguhnya telah secara jelas dan tegas menjawab bahwa seluruh larangan rangkap jabatan yang berlaku bagi menteri sebagaimana yang diatur dalam Pasal 23 UU 39/2008 berlaku pula bagi wakil menteri,” ujar Enny.

Enny menambahkan, pertimbangan hukum dalam putusan MK memiliki kekuatan hukum mengikat karena merupakan bagian tak terpisahkan dari putusan yang bersifat final. “Termasuk dalam hal ini, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 80/PUU-XVII/2019 yang menyatakan ‘permohonan para Pemohon tidak dapat diterima’, namun dalam bagian pertimbangan hukum Mahkamah yang merupakan ratio decidendi telah memuat judicial order yang menempatkan kedudukan wakil menteri sebagai pejabat negara yang sama dengan jabatan menteri,” jelasnya.

Ia menekankan, pertimbangan tersebut seharusnya sudah ditindaklanjuti sejak putusan 2019. Menurut Mahkamah, larangan rangkap jabatan bagi wamen didasarkan pada alasan bahwa wamen sebagai pejabat negara harus fokus pada beban kerja khusus di kementerian. “Dasar pertimbangan itu pulalah yang menjadi alasan kebutuhan pengangkatan wakil menteri pada kementerian tertentu, sehingga dengan sendirinya jabatan wakil menteri tidak diperbolehkan rangkap jabatan sebagaimana maksud norma Pasal 23 UU 39/2008,” tegas Enny.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, MK mengabulkan sebagian permohonan pemohon. “Mengabulkan permohonan pemohon satu untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo.

Suhartoyo menyatakan Pasal 23 UU 39 Tahun 2008 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai bahwa menteri dan wakil menteri dilarang merangkap jabatan. Adapun larangan tersebut mencakup tiga hal: menjabat sebagai pejabat negara lain, menjadi komisaris atau direksi perusahaan negara maupun swasta, serta memimpin organisasi yang dibiayai APBN atau APBD.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain