Jakarta, Aktual.com – Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah mengambil langkah tegas dengan menjatuhkan sanksi berupa teguran lisan secara kolektif kepada enam hakim konstitusi.

Tindakan ini dilakukan setelah keenam hakim tersebut terbukti melanggar kode etik dan perilaku hakim konstitusi.

Pengumuman keputusan ini disampaikan oleh Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie, dalam konferensi pers yang berlangsung di Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, pada hari Selasa.

Keenam hakim konstitusi yang dikenai sanksi teguran adalah Manahan M.P. Sitompul, Enny Nurbaningsih, Suhartoyo, Wahiduddin Adams, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, dan M. Guntur Hamzah.

Laporan mengenai pelanggaran ini diajukan oleh sejumlah pihak, termasuk Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia, Advokat Pengawal Konstitusi, Perhimpunan Pemuda Madani, serta advokat Alamsyah Hanafiah.

“Para hakim terlapor secara bersama-sama terbukti melakukan pelanggaran terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, Prinsip Kepantasan dan Kesopanan,” Kata Jimly Asshiddiqie

Menurut Jimly, pelanggaran tersebut mencakup ketidakmampuan menjaga kerahasiaan dalam rapat-rapat tertutup, serta kurangnya kesungguhan dalam saling mengingatkan terkait pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi.

Majelis Kehormatan MKMK memberikan rekomendasi bahwa hakim konstitusi harus meningkatkan kualitas kerja mereka dan menjaga iklim intelektual yang sesuai dengan prinsip-prinsip pencarian kebenaran dan keadilan konstitusional.

Mereka juga harus memastikan agar informasi rahasia yang dibahas dalam rapat-rapat tidak bocor.

Selain itu, rekomendasi diberikan untuk merevisi Peraturan MK yang mengatur MKMK, termasuk mekanisme banding dalam proses ini.

Keputusan teguran lisan ini menunjukkan komitmen untuk menjaga etika dan integritas dalam pengadilan konstitusi.

Diharapkan, hal ini akan menjadi landasan yang kuat untuk mempertahankan kepercayaan masyarakat pada lembaga peradilan.

Artikel ini ditulis oleh:

Firgi Erliansyah