20 April 2024
Beranda Nasional Moeldoko Sebut Perlu Penguatan Peraturan Pelindungan PMI

Moeldoko Sebut Perlu Penguatan Peraturan Pelindungan PMI

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko membuka konsinyering terkait penyusunan DIM RUU TPKS, di Jakarta, Senin (31/1/2022). ANTARA/HO-KSP

Moeldoko menekankan Pemerintah terus berkomitmen memberikan dan meningkatkan pelindungan bagi PMI sesuai amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.

“KSP mengapresiasi BP2MI atas upayanya dalam memberikan pelindungan kepada PMI melalui Peraturan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia Nomor 9 Tahun 2020. Presiden Jokowi pun menggarisbawahi pentingnya pelindungan PMI dari ujung rambut sampai ujung kuku. Namun, walaupun tujuan Perban Nomor 9 Tahun 2020 itu sudah bagus dan mengimplementasikan amanat UU Nomor 18 Tahun 2017, perlu ada penguatan perban yang menjamin pelindungan kepada PMI,” kata Moeldoko di Jakarta, Jumat (6/1).

Guna meningkatkan pelindungan terhadap PMI tersebut, KSP mendorong penguatan aturan penempatan para pekerja migran yang akan bekerja di luar negeri agar mampu meningkatkan realisasi penempatan pekerja secara prosedural.

Hal itu dibahas dalam rapat koordinasi antara KSP bersama Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia (PMK), Kementerian Tenaga Kerja, dan Kementerian Luar Negeri di Gedung Bina Graha, Jakarta, Kamis (5/1).​​​​​​​

Moeldoko juga berpesan agar jangan sampai aturan pemerintah menjadi penghambat karena dapat membuka peluang bagi PMI untuk memilih jalur non-prosedural.

“Harapannya, aturan yang ada tidak membebani calon PMI, namun harus berjalan dengan efektif. Aturan tersebut juga harus implementatif dengan memikirkan berbagai pihak, baik itu dalam negeri maupun luar negeri. Oleh karenanya, KSP berharap ada revisi dari Perban Nomor 9 Tahun 2020 yang pada akhirnya dapat memberi kepastian dan kemudahan kepada calon PMI,” jelasnya.

KSP juga mengusulkan agar terdapat jaminan kemudahan pembiayaan penempatan bagi para PMI, sehingga mampu meningkatkan realisasi penempatan PMI secara prosedural di luar negeri. Hal itu juga dapat menjadi langkah preventif agar PMI jalur non-prosedural tidak semakin marak terjadi.

KSP berpendapat perlu ada pemilahan biaya penempatan dan pra-penempatan calon PMI; sehingga bebannya tidak hanya ditanggung calon PMI dan pemberi kerja, tapi juga oleh Pemerintah dan sumber keuangan lain tidak mengikat.

Komponen biaya penempatan PMI sejauh ini masih ditanggung oleh pemberi kerja. Namun, komponen biaya pra-penempatan calon PMI, yang terdiri atas biaya pelatihan kerja, penerbitan sertifikat kompetensi, penggantian paspor, pembuatan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), pendaftaran jaminan sosial, dan pemeriksaan kesehatan, tidak akan menjadi tanggungan pekerja semata. Pemerintah, baik di pusat maupun daerah, diharapkan turut menanggung beban biaya tersebut.

“Komponen biaya yang ditanggung Pemerintah akan ditindaklanjuti dengan K/L terkait. Misalnya, terkait jaminan sosial kesehatan akan dikomunikasikan dengan BPJS Kesehatan, urusan paspor akan dikomunikasikan dengan Ditjen Imigrasi, urusan pemeriksaan kesehatan dengan Kemenkes, dan lain-lain. Intinya, jangan sampai kita menghambat penempatan, namun juga jangan sampai membebani PMI,” ujar Moeldoko.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arie Saputra