Yudi Latif
Yudi Latif

Oleh: Yudi Latif

Jakarta, aktual.com – Saudaraku, shaum berarti penenangan, seperti angin ribut yang mendadak lirih, seperti kuda liar yang sontak jinak.

Ramadhan berarti peranggasan, seperti dedaunan rontok di musim gugur, seperti gumpalan lemak yang terbakar olah raga.

Inilah momen hibernasi, saat gajah menuju gua peristirahatan, elang pulang ke sarang, buaya gurun menyelam ke dalam pasir, orang-orang belajar mati dengan semedi menahan diri dari gravitasi syahwat bumi.

Bulan suci adalah momen hening pengosongan diri untuk bisa menjangkau “titik tak terlihat” (the blind spot) sebagai pusat elan vital di kedalaman diri yang terbenam di belam rutinitas keramaian dan perburuan hidup.

Dengan keheningan puasa kita biarkan kedirian menyatu dengan pusat diri dan semesta raya. Segala sesuatu seakan bergerak lambat. Kita merasakan keheningan seraya hadir dan mengalir (flow) dalam semesta kekinian; bergerak dari aliran masa lalu dan terhubung dengan arus kehadiran kebaruan. Kita terhubung dengan sesuatu yang lebih besar dari diri sendiri. Dengan begitu, kita bisa mengaktifkan kemampuan mendengar secara produktif (generative listening), yang sanggup mendengar dan belajar memahami masa depan.

Dengan mengalami hal itu, kita bisa mengatasi berbagai kecemasan dan ketakutan (fear) seraya bersedia mengucapakan “selamat tinggal” (letting go) terhadap kebiasaan dan pengetahuan masa lalu; dan “selamat datang ” (letting come) bagi pengetahuan, kebenaran, dan perubahan baru. Inilah momen keterbukaan kehendak (open will).

Kesanggupan membuka kehendak ini berkaitan dengan kemampuan mengakses kedirian (self) dan tujuan (purpose) sejati. Tipe kecerdasan ini kerap disebut sebagai “intention” atau “spiritual intelligence”.

Lewat keterbukaan kehendak, kita dapat memasuki dunia baru dengan semangat restoratif, korektif dan rejuvenatif. Kebiadaban diperadabkan, keserakahan diugaharikan, kezaliman disusilakan, kebencian didamaikan, keletihan disegarkan, kejumudan dicerahkan, kepengapan dilapangkan.

Manusia menjalani olah batin demi kembali menuju fitrah kesucian, memulihkan kehanifan yang menggandrungi kebenaran- kebaikan, keihsanan yang menguatkan integritas dan keadilan, kerahmatan yg menumbuhkan kasih sayang pada setiap makhluk.

Artikel ini ditulis oleh:

Firgi Erliansyah