Ilustrasi perusahaan transportasi online

Jakarta, Aktual.com – Pengusaha dan pemilik aplikasi transportasi online seperti Gojek dan Grab dianggap semakin monopolistik terutama dalam hal penentuan kebijakan perusahaan seperti misalnya masalah penarifan.

Ketua Umum Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) Suroto mengatakan pengusaha transportasi online terlihat sudah monopolistik sehingga menjadi semena-mena terhadap para pengemudi dalam hal penentuan kebijakan perusahaan.

“Mereka bahkan mencoba menghindar untuk disebut sebagai bisnis transportasi. Tapi kenyataannya mereka adalah pemegang kendali dari bisnis transportasi online,” katanya di Jakarta, Senin (17/9).

Untuk merespons hal itu pula belum lama ini Kementerian Perhubungan membuat wacana untuk penyelenggaraan transportasi berbasis online milik pemerintah.

Hal ini dipicu oleh protes dari para pengemudi transportasi online yang selama ini merasa dirugikan oleh pemilik aplikasi.

“Ide ini perlu kita sambut dengan baik, tapi formatnya tentu tidak harus dengan model kepemilikan pemerintah murni. Pemerintah harus menjadi inisiatornya tapi kepemilikannya tetap harus terbuka. Artinya pihak pengemudi, dan juga konsumen harus ikut menjadi pemiliknya,” katanya.

Pemerintah dalam hal ini ikut dalam kepemilikan untuk menjaga kepentingan publik agar tidak ada pihak mana pun yang dieksploitasi seperti dalam bentuk penetapan tarif semena-mena terhadap pengemudi.

Sementara pengemudi dan konsumen juga akan diwakili dengan sistem pembagiaan representasi yang adil bagi semua pihak.

“Model badan hukumnya bisa Koperasi Publik. Di mana ada pihak pemerintah, konsumen, dan juga pengemudi. Ini akan menjadi pola manajemen bisnis Public Service Obligation (PSO) yang sempurna karena dimiliki secara multipihak,” katanya.

Menurut dia, peranan pemerintah dalam soal ketentuan hukumnya juga sudah mencukupi sebagaimana Peraturan Pemerintah ( PP) nomor 33 tahun 1998, pemerintah dapat melakukan penyertaan modal pada koperasi.

“PP ini sebetulnya produk regulasi hasil tuntutan reformasi. Tapi tidak pernah dibuka dan direalisasikan. Ini saat yang baik untuk mewujudkannya,” katanya.

Ia mengatakan sejumlah pihak yang selama ini tidak setuju bisnis transportasi berbasis aplikasi itu karena hanya menyuarakan kepentingan konsumen yang mendapatkan manfaat tarif murah.

Padahal keadilan itu harus ada untuk para pengemudi juga.

“Sementara mereka yang menganggap ini akan menjadi monopolistik oleh pemerintah itu karena belum tahu model kepemilikan Koperasi Publik. Semua pihak harus win-win dan enggak boleh ada yang dikalahkan,” katanya.

Semua pihak harus duduk bersama, kata dia, termasuk pemilik aplikasi transportasi berbasis online yang ada saat ini.

“Mereka harus mengerti kalau transportasi itu barang publik dan tidak boleh dimonopoli,” katanya.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan