Jakarta, Aktual.co — Moody’s menurunkan peringkat kredit Jepang terkait “meningkatnya ketidakpastian” atas situasi utang negara dan keraguan upaya Perdana Menteri Shinzo Abe untuk memacu ekonomi nomor tiga dunia itu.
Lembaga pemeringkat mengatakan memangkas peringkat utang Jepang satu tingkat menjadi Aa3 dari A1, setelah ekonomi tenggelam ke dalam resesi selama kuartal ketiga.
Setelah angka PDB buruk, Abe mengumumkan bahwa kenaikan pajak penjualan yang direncanakan pada tahun depan akan ditunda, sehingga ia akan menggelar pemilihan umum sela yang digambarkan sebagai referendum tentang pertumbuhan “Abenomics”.
Tokyo menaikkan retribusi penjualan pada April — menjadi delapan persen dari lima persen — untuk pertama kalinya dalam 17 tahun, dalam upaya untuk menghasilkan lebih banyak pendapatan guna membayar utang nasional yang besar.
Jepang merupakan salah satu negara dengan beban utang terberat di antara negara-negara kaya, lebih dari dua kali ukuran ekonominya.
Tetapi kenaikan pajak penjualan itu telah mengerem pertumbuhan ekonomi, bisa mengganggu upaya mengatasi deflasi bertahun-tahun.
“Pendorong utama untuk penurunan peringkat utang pemerintah Jepang ke A1 adalah meningkatnya ketidakpastian mengenai apakah tujuan pengurangan defisit jangka menengah pemerintah tercapai, dan apakah para pembuat kebijakan dapat mengatasi ketegangan yang melekat dalam meningkatkan pertumbuhan sekaligus menstabilkan dan membalikkan lintasan kenaikan utang,” kata Moody’s dalam sebuah pernyataan.
Penundaan kenaikan pajak baru, awalnya direncanakan akhir 2015, “merupakan risiko untuk konsolidasi fiskal dan, dalam jangka panjang, terhadap keterjangkauan dan keberlanjutan utang”.
“Defisit dan utang Jepang tetap sangat tinggi, dan konsolidasi fiskal akan menjadi semakin sulit seiring berjalannya waktu meningkatnya belanja pemerintah, terutama untuk program-program sosial yang terkait dengan penuaan cepat penduduk,” tambah lembaga pemeringkat.
Data PDB awal bulan lalu menunjukkan perekonomian Jepang menyusut 0,4 persen, atau pada tingkat tahunan sebesar 1,6 persen, pada kuartal Juli-September, menyusul kontraksi 1,9 persen pada kuartal April-Juni — atau 7,3 persen pada tingkat tahunan.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka