Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar dalam acara Musabaqoh Kitab Kuning DPP PKB di Jakarta, Kamis (29/11). (AKTUAL/ ISTIMEWA)

Jakarta, Aktual.com – Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Muhaimin Iskandar mengapresiasi ditunjuknya Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf sebagai anggota komisi internasional tentang Indo-Pasifik, kawasan di sekitar Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.

Komisi yang dibentuk oleh Policy Exchange, sebuah wadah pemikir paling terkemuka di Inggris, itu beranggotakan 16 tokoh pembuat kebijakan yang berpengalaman dari kalangan diplomat, pemimpin dunia usaha, politisi, pemimpin militer dan sipil.

“Ini adalah tugas sekaligus kesempatan yang sangat strategis. Katib Aam ada dalam posisi untuk ikut mempengaruhi kebijakan jangka panjang Inggris terhadap kawasan Indo-Pasifik. Lebih jauh, mengingat hubungan tradisional yang khusus antara Inggris dengan Amerika Serikat, pada gilirannya dapat diharapkan terjadi konsolidasi kebijakan di antara kedua negara kuat itu,” kata Muhaimin di Jakarta, Selasa(21/7).

Menurut dia, hal itu merupakan pengembangan peran yang sangat progresif sejak KH Yahya Staquf menjalankan tugas sebagai Duta PKB untuk CDI (Centrist Democrat International), koalisi partai-partai politik internasional paling besar dengan lebih 150 partai anggota dari 70 negara, mulai tahun 2018.

Komisi Indo-Pasifik dibentuk untuk menyusun cetak biru pendekatan strategis baru terhadap kawasan Indo-Pasifik, dengan mengkaji masalah-masalah perdagangan, diplomasi, politik, serta pertahanan dan keamanan yang berpusat di Indo-Pasifik.

Dalam rangka itu, langkah yang ditempuh antara lain adalah membantu membangun konsensus nasional (di Inggris) dan internasional mengenai seluk-beluk berbagai tantangan yang muncul dari kawasan Indo-Pasifik terhadap stabilitas dan kesejahteraan dunia.

Komisi yang diketuai oleh mantan Perdana Menteri Kanada Stephen Harper itu akan menggelar kegiatan-kegiatan dan kajian-kajian di berbagai arena kebijakan yang luas.

Pertama, menyangkut perkembangan ekonomi dan teknologi di Indo-Pasifik, termasuk isu “industrial decoupling” (larinya investasi industri internasional dari China ke negara-negara lain), hak cipta intelektual, tolok ukur digital, kebijakan teknologi, dan sains.

Kedua, menyangkut politik domestik dan internasional serta diplomasi Indo-Pasifik, khususnya menyangkut format-format komunal dan mekanisme-mekanisme permusyawaratan internasional untuk mengukuhkan tata dunia yang didasarkan atas aturan hukum.

Ketiga, menyangkut isu-isu pertahanan dan keamanan Indo-Pasifik, mulai dari “hard power” hingga perang informasi atau politik, keamanan siber, dan kekhawatiran-kekhawatiran baru mengenai senjata biologis dan ketahanan kesehatan.

Dalam pernyataannya, Stephen Harper sebagai Ketua Komisi Indo-Pasifik mengatakan bahwa komisi tersebut melihat negara-negara seperti Jepang, India, Korea Selatan, Australia, Indonesia, dan Singapura memiliki banyak hal yang bisa ditawarkan ke arah kerja sama dagang dan kerja sama dalam menghadapi masalah-masalah politik, pertahanan, dan diplomasi.

Perlu diketahui, Stephen Harper juga Ketua Umum IDU (International Democrat Union), koalisi besar partai-partai politik internasional lainnya, dengan anggota 73 partai dari 63 negara.

Sementara itu, Yahya Cholil Staquf menyatakan bahwa kesanggupannya menerima tugas itu karena melihat peluang raksasa untuk secara strategi membumikan gagasan-gagasan dari Gerakan Global Islam untuk Kemanusiaan (humanitarian Islam) yang ditekuninya selama empat tahun terakhir ini.

“Saya juga akan berkonsultasi dengan para pemangku kepentingan nasional Indonesia, baik di kalangan politisi, pejabat pemerintahan maupun para pemimpin masyarakat sipil, agar keberadaan saya dalam Komisi Indo-Pasifik ini dapat bermanfaat pula bagi kepentingan bangsa dan negara,” kata Gus Yahya, sapaan akrabnya.(Antara)

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Warto'i