Kudus, aktual.com – Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir, berharap semua kepada kepala daerah sebagai pemimpin masyarakat untuk lebih mengutamakan sikap yang adil dan proporsional serta tidak bersikap partisan.
“Kepala daerah memang ada yang berasal dari partai dan dimungkinkan mereka juga diberi beban masing-masing partai. Akan tetapi mereka harus tetap bersikap adil dan proporsional,” ujarnya ditemui usai menghadiri pengajian umum dalam rangka Hari Jadi Pondok Pesantren Muhammadiyah Kudus, Jateng, Minggu (10/2).
Menurut dia setiap kepala daerah harus mengetahui apa yang seharusnya dilakukan menghadapi pesta demokrasi pada tahun ini.
Untuk itulah, kata dia, masyarakat, termasuk dirinya juga mengimbau kepada setiap kepala daerah, boleh ada kecenderungan memilih, namun karena pemimpina daerah itu pemimpin seluruh masyarakat tentunya harus tetap objektif dan proporsional.
Ia juga berharap tidak saling menghujat maupun merendahkan karena bangsa ini sudah beberapa kali menggelar Pemilu, baik Pemilu Legislatif maupun Pemilu Presiden.
“Artinya, sudah seharusnya masyarakat semakin matang, termasuk para elite politik dan tim suksesnya,” ujarnya.
Pada kesempatan tersebut, dia mengajak masyarakat dan organisasi masyarakat sebagai kekuatan penyeimbang dan kekuatan mediator, kekuatan peredam, sekaligus menciptakan suasana yang lebih rileks dan saling mengapresiasi.
Tensi politik yang semakin tinggi, kata dia, disebabkan karena adanya dugaan dramatisasi politik.
“Seharusnya, ketika ada persoalan diungkap dengan argumentasi yang kuat dan terbuka untuk dialog, seperti halnya debat termasuk dialog,” ujarnya.
Ia mempersilakan berargumentasi dengan tidak harus saling menjatuhkan karena tensi tinggi bisa jadi karena ada pihak-pihak yang membuat dramatisasi keadaan di luar proporsi yang semestinya.
“Jika hal itu terjadi, politik bangsa ini menjadi moderat. Kesimpulannya bahwa politik Indonesia dan kontestasi politik Indonesia pada titik dan jalan moderat, dan Insya Allah Muhammadiyah akan beridiri dalam garis itu,” ucapnya.
Pada kesempatan tersebut, dia menginggung soal semangat masyarakat dalam memilih justru berkampanye di tempat-tempat yang tidak semestinya dengan gerak tubuh atau simbol tertentu.
Seharusnya, kata dia, ketika berfoto bersama bisa dinikmati dengan riang, namun masih diwarnai dengan simbol-simbol yang bisa mengurangi suasana kenyamanan bersama.
Untuk itu, dia mengajak, untuk mengurangi hal demikian karena seharusnya suasana gembira justru menjadi tidak nyaman.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin