Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang diketuai Arief Hidayat (ketiga kiri) membacakan putusan tujuh perkara PUU di Ruang Sidang Gedung MK, Jakarta, Kamis (14/7). Dalam putusannya Majelis Hakim MK menolak seluruh gugatan pengujian undang-undang, PUU tersebut antara lain UU Tindak Pidana Pencucian Uang, UU Tindak Pidana Korupsi, UU Peradilan Umum, UU Penagihan Pajak, UU Ketenagakerjaan, UU Otonomi Khusus Papua, serta KUHAP. ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma/Spt/16

Yogyakarta, Aktual.com – Muhammadiyah melalui Wakil Ketua Majelis Hukum dan HAM-nya, Trisno Raharjo, meminta pemerintah Jokowi-JK untuk jeli dan teliti dalam menentukan siapa yang bakal mengisi pos kosong Hakim MK sepeninggalan Patrialis Akbar.

“Utamanya yang telah memiliki pengalaman lebih baik, dapat dikategorikan negarawan dan dapat menjadikan amanah Hakim MK sebagai tanggung jawab tertinggi, tidak terpengaruh dan dapat dipengaruhi orang lain dalam mengambil keputusan,” kata dia, Rabu (1/2).

Kasus yang menjerat Patrialis, Hakim unsur pemerintah yang dulu diajukan SBY selaku Presiden, mengubah mekanisme pemilihan Hakim MK yang normalnya menurut Trisno dilakukan 6 bulan sebelum masa pergantian.

Ia pun menilai kasus tersebut sebagai pembelajaran berharga kedua untuk lembaga penguji Undang-undang ini, dimana sebelumnya sang ketua, Akil Mochtar, juga pernah terjerat kasus serupa.

Masyarakat kini dianggap sedang alami krisis kepercayaan cukup tinggi lantaran dua kasus ini. Karenanya, Trisno berharap MK mengintrospeksi dan mengevaluasi masing-masing Hakimnya agar kembali menempatkan diri sebagai negarawan.

“MK harus kembali bekerja sesuai mekanisme dan terbuka untuk menyelesaikan perkara yang ada dengan baik, diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap MK akan kembali,” pungkas Trisno.

(Nelson Nafis)

Artikel ini ditulis oleh:

Nelson Nafis
Andy Abdul Hamid