Jakarta, Aktual.com -Setelah PP Muhammadiyah mempertanyakan alasan tak adanya frasa agama dalam Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035, Kemetrian Pendidikan dan Kebudayaan merespon hal tersebut.
Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat, Kemendikbud, Hendarman sampai saat ini peta jalan itu masih dalam proses penyusunan.
Oleh karenanya peta jalan yang beredar bukanlah merupakan versi final. Dan masih akan terus diperbarui.
“Saat ini status Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2020-2035 oleh Kemendikbud masih berupa rancangan yang terus disempurnakan dengan mendengar dan menampung masukan serta kritik membangun dari berbagai pihak dengan semangat yang sama dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan untuk generasi penerus bangsa,” ucapnya, seperti dilansir di Liputan6.com, Senin (8/3).
Kendati begitu, menurut dia pihaknya menyampaikan apresiasi kepada sejumlah pihak yang secara konsisten memberikan masukan serta kritik dalam proses penyusunan Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035 itu.
“Dan (Kemendikbud) akan terus menyampaikan perkembangan terkait penyusunannya,” pungkasnya.
Hilang karena Alpa atau Sengaja?
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mempertanyakan absennya frasa agama dalam Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035 yang kini tengah digodok Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Ia menyebut hilangnya frasa agama merupakan bentuk melawan Konstitusi (inkonstitusional) sebab merunut pada hierarki hukum, produk turunan kebijakan seperti peta jalan tidak boleh menyelisihi peraturan di atasnya yaitu: Peraturan Pemerintah, UU Sisdiknas, UUD 1945 dan puncaknya adalah Pancasila.
“Saya bertanya, hilangnya kata agama itu kealpaan atau memang sengaja? Oke kalau Pancasila itu dasar (negara), tapi kenapa budaya itu masuk?” tanya Haedar Nashir dikutip dari portal resmi Muhammadiyah pada Senin (8/3).
Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035 diluncurkan Kemendikbud guna menjalankan amanat untuk mencerdaskan bangsa. Peta jalan disusun sebagai rambu-rambu dalam sistem pendidikan nasional hingga 2035 mendatang. Meskipun hingga saat ini penyusunan peta jalan itu belum kunjung rampung.
Frasa agama juga absen dari Visi Pendidikan Indonesia 2035. Di mana visi itu hanya berbunyi, “Membangun rakyat Indonesia untuk menjadi pembelajar seumur hidup yang unggul, terus berkembang, sejahtera, dan berakhlak mulia dengan menumbuhkan nilai-nilai budaya Indonesia dan Pancasila.”
Haedar Nashir memandang hilangnya frasa agama sebagai acuan nilai berdampak besar pada aplikasi dan ragam produk kebijakan di lapangan. Padahal, pedoman wajib di atas Peta Jalan Pendidikan Nasional yaitu ayat 5 Pasal 31 UUD 1945, poin pertama Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menjelaskan secara eksplisit bahwa agama sebagai unsur integral di dalam pendidikan nasional.
“Kenapa Peta Jalan yang dirumuskan oleh Kemendikbud kok berani berbeda dari atau menyalahi pasal 31 UUD 1945. Kalau orang hukum itu mengatakan ini Pelanggaran Konstitusional, tapi kami sebagai organisasi dakwah itu kalimatnya adalah ‘tidak sejalan’ dengan Pasal 31,” tekan dia.
“Jadi inilah yang sering mengundang tanya, ini tim perumusnya alpa, sengaja, atau memang ada pikiran lain sehingga agama menjadi hilang. Nah, problem ini adalah problem yang serius menurut saya yang perlu dijadikan masukan penting bagi pemerintah. Agar kita berpikir bukan dari aspek primordial, tapi berpikir secara konstitusional, karena itu sudah tertera langsung tanpa perlu interpretasi di dalam Pasal 31,” sambungnya.
Haedar mengaku setuju jika ide dalam sumber nilai konstruksi kehidupan kebangsaan berasal dari tiga unsur, yaitu Pancasila, Agama dan Budaya. Karenanya, salah satu unsur itu tidak boleh dihilangkan karena akan menimbulkan kecurigaan publik.
Artikel ini ditulis oleh:
Warto'i