Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH. Ahmad Zubaidi. (ANTARA/HO-BNPT)

Jakarta, aktual.com – Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH. Ahmad Zubaidi menjelaskan bahwa esensi dakwah adalah mengajak umat manusia pada kebenaran. Berdakwah tidak bisa dimaknai hanya untuk konversi agama semata.

Dakwah atau dialog keagamaan juga perlu memperhatikan aspek kerukunan antarumat beragama.

“Bila bicara dalam bingkai negara Indonesia, dakwah harus dilakukan secara beretika, mengingat masyarakat Indonesia sudah meyakini agamanya masing-masing,” kata Ahmad Zubaidi di Jakarta, Selasa (8/10).

Ia berpendapat agar para dai sebaiknya tidak mendakwahkan agamanya kepada orang-orang yang sudah memeluk agama lain, khususnya dalam konteks diskusi keagamaan yang terbuka.

Kiai Zubaidi selaku dai senior juga menekankan pentingnya makna dakwah melalui contoh atau perbuatan yang baik (dakwah bil hal).

Menurut dia, hal yang wajar apabila ada orang yang ingin memeluk Islam karena melihat perilaku umat Muslim yang santun, penuh kasih sayang, disiplin, lemah lembut, toleran, dan menjunjung tinggi rasa solidaritas.

“Yang tidak boleh adalah mendakwahkan agama kepada orang yang sudah beragama secara terbuka, apalagi secara paksa. Hal ini karena konsensus bangsa Indonesia sebagai bangsa yang majemuk,” tuturnya

Ia berpandangan bahwa bagi masing-masing diri seorang Muslim sebenarnya sudah punya kewajiban berdakwah, yaitu dengan mempraktikkan Islam dengan sebenar-benarnya, yang rahmatan lil alamin.

Kiai Zubaidi juga menyoroti adanya diskusi keagamaan namun dengan agenda intoleransi, radikalisme, bahkan terorisme yang terselubung.

Menurut dia, hal ini justru mencederai konsensus kebangsaan dan bahkan mengkhianati hak kebebasan beragama dan berserikat yang dijamin oleh negara Indonesia.

“NKRI dan Pancasila sudah disepakati demi kemaslahatan bersama serta demi kedamaian Indonesia, kini dan yang akan datang. Kita tidak ber-khilafah atau ber-daulah islamiyah, bukan berarti kita tidak mengamalkan ajaran Islam, karena secara formal, substansial dan esensial, ajaran Islam itu dapat diamalkan di negara Indonesia, bahkan walaupun negara kita bukan negara Islam,” katanya melalui pesan tertulis.

Oleh karena itu, menurut Kiai Zubaidi, seharusnya dakwah yang mengandung ajakan intoleransi, radikalisme atau bahkan terorisme sudah tidak laku lagi.

Namun tetap saja, potensi ancaman dari ideologi transnasional harus diwaspadai, karena masih ada kalangan masyarakat yang mudah terprovokasi ajakan-ajakan seperti itu.

Menurut dia, kelompok masyarakat yang seperti ini seringkali punya semangat keagamaan yang tinggi, namun tidak disertai dengan pengetahuan agama yang komprehensif. Karena itu, masyarakat perlu berhati-hati dalam mengundang dai atau penceramah, harus tahu persis apa yang sering disampaikan dalam ceramahnya.

“Dai-dai yang telah memperoleh sertifikat standardisasi Dai MUI, dalam berdakwah sudah inklusif dan berwawasan kebangsaan. Hal ini adalah salah satu upaya dari MUI untuk mencegah beredarnya dai-dai yang mengedepankan kebencian, intoleransi provokasi atau bahkan pemecah belah umat,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Rizky Zulkarnain