Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional Sudarnoto Abdul Hakim (kanan) dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) MUI Buya Amirsyah (kiri) diskusi internasional “Memerangi Islamofobia dan Membangun Perdamaian di ASEAN” yang berlangsung "hybrid" dan berlokasi utama di Jakarta, Senin (7/8/2023). (ANTARA/HO-Infokom MUI)
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional Sudarnoto Abdul Hakim (kanan) dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) MUI Buya Amirsyah (kiri) diskusi internasional “Memerangi Islamofobia dan Membangun Perdamaian di ASEAN” yang berlangsung "hybrid" dan berlokasi utama di Jakarta, Senin (7/8/2023). (ANTARA/HO-Infokom MUI)

JAKARTA, aktual.com – Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendorong adanya undang-undang anti-Islamofobia di seluruh negara, terutama di kawasan Asia Tenggara, sebagai langkah untuk memperkuat toleransi.

Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional, Sudarnoto Abdul Hakim, menyampaikan bahwa MUI mendukung perdamaian dan menghormati perbedaan agama berdasarkan ajaran Al Quran. Sudarnoto juga menyoroti kasus-kasus Islamofobia yang masih sering terjadi di beberapa negara.

“MUI melihat bahwa Islam menganjurkan perdamaian, tidak boleh menghina agama lain, dan harus menghormati agama lain,” kata Sudarnoto dalam diskusi internasional “Memerangi Islamofobia dan Membangun Perdamaian di ASEAN” yang diadakan secara hybrid di Jakarta pada hari Senin (7/8/2023).

Menurut Sudarnoto, Islamofobia merupakan masalah yang kompleks karena penyebabnya tidak hanya berdasarkan kebencian terhadap Islam, tetapi juga terkait dengan politik dan kebebasan berekspresi.

Ia menekankan bahwa Islamofobia bukan hanya berdampak pada umat Islam saja, tetapi juga merusak nilai-nilai dan hak asasi manusia, demokrasi, serta kedaulatan negara dan agama.

Sebagai payung organisasi Islam yang mewakili negara Muslim terbesar di dunia, MUI mendorong adanya undang-undang anti-Islamofobia sebagai upaya melawan kebencian dan ketakutan tidak beralasan terhadap Islam.

MUI juga mengingatkan tentang deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menetapkan 15 Maret sebagai Hari Anti-Islamofobia dan meminta negara anggota PBB untuk berkomitmen menjaga dan mengimplementasikannya.

Dalam diskusi yang berfokus pada kasus-kasus Islamofobia yang muncul di media sosial, Sekretaris Jenderal MUI, Buya Amirsyah, menyerukan persatuan umat Islam untuk merumuskan strategi dan solusi yang tepat.

“Salah satu strategi yang dapat kita lakukan adalah mengajak ilmuwan di seluruh dunia untuk berpikir rasional dan menolak berbagai kekhawatiran, ketakutan, agar kita bisa hidup bersama dengan aman dan damai,” kata Buya Amirsyah.

Dia juga menegaskan bahwa Islamofobia merupakan bentuk kebencian atau ketakutan yang tidak rasional terhadap Islam, yang dapat mengganggu ketentraman masyarakat hingga menjadi penistaan atau penodaan agama.

Artikel ini ditulis oleh: