Ilustrasi- Kantor Majelis Ulama Indonesia

MUI sebagai barometer beragama senantiasa bersuara serta mengambil sikap sebagai bentuk nahyi mungkar bil lisan khususnya terkait isu-isu yang santer beredar akhir-akhir ini bahwasanya komunitas LGBT se-ASEAN akan mengadakan perkumpulan di Jakarta tepatnya pada 17-21 Juli 2023. Olehkarenanya mari sebagai warga bangsa Indonesia marilah kita sama tolak rencana tersebut atas dasar fatwa MUI(Majelis Ulama Indonesia) bahwasanya LGBT merupakan perbuatan yang haram. Maka dari itu wajar saja Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah MUI(Majelis Ulama Indonesia) KH. Muhammad Cholil Nafis mengecam agenda tersebut. Penulis selaku masyarakat awam tentu merasa tersalurkan aspirasinya melalui lembaga MUI(Majelis Ulama Indonesia).

Bentuk protes jajaran pengurus MUI(Majelis Ulama Indonesia) tentu bukan tanpa alasan, namun hal tersebut merupakan bentuk tanggung jawab MUI(Majelis Ulama Indonesia) dalam bidang agama agar suapaya Indonesia menjadi negara yang bermartabat dari faham-faham yang bertentangan dengan pancasila. Sebagaimana kita ketahui bahwasanya LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender) merupakan faham yang berseberangan dengan naluri fitrah manusia, sebagai negara yang di huni oleh lintas ummat beragama, tentu kita harus saling menjaga satu sama lain dari hal-hal yang merusak tatanan kehidupan sosial dalam berbangsa dan bernegara di tengah ummat yang beragam.

Dalam Milad MUI(Majelis Ulama Indonesia) yang ke-48 ini keberadaanya tetap menjadi pelita cahaya yang memberikan petunjuk melalui fatwa maupun ceramah keagamaanya. Semoga lembaga yang menjadi wadah tempat naungan beragam warna ormas Islam di Indonesia ini tetap terjaga eksisitensinya hingga anak-anak cucu kita kedepan dikarenakan tantangan sosial keagamaan kedepan tentu berbeda dengan tantangan hidup ummat Islam sekarang ini dan pastinya akan lebih berat dan kompleks sehingga peran serta MUI(Majelis Ulama Indonesia) semakin dibutuhkan ummat untuk menjadi perisai dari faham-faham yang menyimpang dan merusak martabat bangsa Indonesia dengan tradisi ketimuranya.

Penulis : Taufik Hidayatullah, S.Ag

Alumni Universitas Islam Negeri Mataram Nusa Tenggara Barat

Artikel ini ditulis oleh:

Arie Saputra