Jakarta, Aktual.com – Kabar tentang penjarahan minimarket di Palu oleh warga setempat pascagempa sangat mengejutkan banyak pihak. Terlebih aksi ini berdasar perintah dari pemerintah.
Komisi Hukum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anton Tabah Digdoyo pun mengaku tidak dipercara dengan kabar tersebut.
“Ah masa sih bebas menjarah? Kalau seperti itu jelas salah,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (1/10).
Menurut Anton, aksi menjarah termasuk dalam kategori kejahatan pidana yang cukup berat. Apalagi jika dilakukan di tengah bencana alam, hal itu katanya termasuk dalam kategori extraordinary crime.
Ia menilai, seharusnya pemerintah tak perlu memberi perintah untuk penjarahan, melainkan cukup bekerja sama dengan pemilik toko untuk memberikan barang kepada korban bencana.
Namun, barang-barang tersebut harus dicatat dengan detil untuk diganti oleh pemerintah pada kemudian hari.
“Dengan demikian ada kerjasama yang harmoni semua pihak dengan baik dan indah,” jelasnya.
Hal ini berbeda jika perintah yang diberikan adalah bebas menjarah. Sebab akan menimbulkan efek lain yang merugikan, seperti kerusakan barang-barang milik minimarket yang bersangkutan.
“Akhirnya terjadi kekacauan luar biasa di Palu seperti yang viral di media dan nanti akan kesulitan pendataannya,” tegasnya.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo sendiri telah meluruskan kabar tentang perintah menjarah tersebut.
Dia menegaskan bahwa perintah yang dikeluarkan adalah aparatur pemerintah di Sulteng memborong makanan dan minuman untuk diberikan secara gratis kepada masyarakat korban bencana.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan