Pakar Energi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Mukhtasor/foto: duta.co
Pakar Energi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Mukhtasor/foto: duta.co

Jakarta, Aktual.com – Kementrian ESDM merilis aturan terbaru TKDN yang tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM No.11 Tahun 2024 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri untuk Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan.

Dalam beleid tersebut, ketentuan dalam dokumen pengadaan proyek EBT yang didanai dari pinjaman luar negeri kini tak ada lagi kewajiban untuk mencantumkan TKDN (Tingkat Kandungan Dalam Negeri) atau prosentase kontribusi barang dan jasa yang dipasok oleh perusahaan atau tenaga anak bangsa.

Justru yang diatur adalah ketentuan agar dokumen pengadaan mencantumkan persyaratan bagi produk dalam negeri, serta ketentuan yang memberi ruang yang lebih besar bagi pengadaan barang impor.

Menanggapi hal tersebut, Guru Besar ITS, Mukhtasor menyayangkan sikap pemerintah yang membahayakan tata kelola energi di negara hukum dan hal ini berpotensi melemahkan perekonomian dan daya saing industri nasional yang sudah menurun berkepanjangan.

“Kalau kita membangun infrastruktur energi dengan dana pinjaman asing, artinya kita harus  membayar dengan uang rakyat. Kalau upaya memaksimalkan penyediaan barang dan jasa anak bangsa diabaikan, itu melanggar UU No. 30/2007 tentang energi. Pasal 9 ayat pertama terkait kewajiban memaksimalkan  TKDN. Ayat keduanya, terkait kewajiban pemerintah untuk mendorong kemampuan penyediaan barang dan jasa oleh industri dalam negeri. Jika kemampuan industri dalam negeri tidak dikembangkan, kesempatannya dipersempit, dan jika persyaratan-persyaratan baru bagi TKDN ditambahkan dalam dokumen tender, serta upaya-upaya untuk melapangkan produk impor dibuka semakin lebar, itu adalah alarm tanda bahaya,” ungkap Mukhtasor.

“Janganlah karena ingin membuka kran impor lalu industri dalam negeri diterlantarkan. Padahal kita sedang menghadapi masalah daya saing industri dalam negeri. Seperti diberitakan bahwa Bapenas telah mengangkat isu serius mengenai kontribusi industri manufaktur terhadap PDB yang menurun, anjlok, dan berdampak pada upaya-upaya mengeluarkan Indonesia dari jebakan middle income trap. Jangan pula karena ingin memenuhi persyaratan asing untuk menumpuk utang tambahan lalu aturan UU mengenai TKDN ini dilanggar. Korbannya adalah industri dalam negeri, khususnya, dan perekonomian pada umumnya,” lanjut Anggota Dewan Energi Nasional (2009-2014) tersebut menjelaskan.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Sandi Setyawan