Jakarta, Aktual.co — Pengaklamasian Djan Faridz, mantan Menteri Perumahan, menjadi Ketua Umum PPP versi Suryadharma Ali (SDA), dinilai lebih buruk dari muktamar PPP versi Romi. Proses pemilihan ketua umum PPP secara aklamasi versi SDA, menurut Ahmad Yani, lebih buruk dibandingkan Muktamar PPP versi Romi di Surabaya.
“Saya hanya menawarkan pemilihan dipilih secara demokratis. Ini lebih buruk daripada Muktamar di Surabaya. Kan tidak boleh berdasarkan regional. Ini harusnya one man one vote, dan memberikan kesempatan (saya) untuk maju,” ujar mantan anggota DPR, Ahmad Yani di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Minggu dini hari(2/10).
Ahmad Yani yang semula mencalonkan diri untuk bersaing dengan Djan Farid, menilai sudah ada skenario panjang penunjukkan mantan Menteri Perumahan Rakyat itu. Skenario itu yang membuat para pendukung Ahmad Yani tidak diberi kesempatan bicara.
“Para DPC-DPC yang mendukung saya tidak diberikan kesempatan ngomong. Saya tidak mengerti kenapa terjadi skenario seperti ini,” jelas Yani.
Yani menegaskan akan terus melihat perkembangannya. “Nanti kita lihat saja perkembangannya. Apakah dengan muktamar ini menghasilkan PPP yang lebih baik. Sejarah yang membuktikan. cara-cara ini mencerminkan partai Islam yang tidak demokratis,” papar dia.
Djan Faridz melalui ‘skenario’ ditunjuk seolah secara aklamasi oleh DPW dan DPC menjadi ketua umum PPP. Sebelumnya skenario ini sempat diprotes para pendukung Ahmad Yani. Mereka maju dan meneriakkan yel yel nama mantan Anggota Komisi III DPR ini.
“Hidup Ahmad Yani, Hidup Ahmad Yani, Ahmad Yani,” seru para pendukung Ahmad Yani yang berada di ruangan Puri Agung Grand Sahid, Jakarta.
Ahmad Yani yang kecewa menyaksikan sandiwara aklamasi langsung ke luar dari ruang sidang Muktamar. Bahkan, dia ke luar tanpa basa basi atau pamit kepada Suryadharma Ali (SDA) maupun Djan Faridz.
()