Simpatisan salah satu calon ketua umum Golkar melintas di samping banner calon ketua umum Golkar saat kampanye calon ketua umum Golkar zona II di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (11/5). Kampanye Zona II yang merupakan rangkaian Musyawarah Luar Biasa Partai Golkar tersebut diikuti kader partai dari wilayah Jawa dan Kalimantan. ANTARA FOTO/Zabur Karuru/foc/16.

Denpasar, Aktual.com — Bila tidak ada aral melintang, Musyawarah Luar Biasa Partai Golkar dibuka pada Sabtu (14/5) malam. Hasil munaslub ini akan menentukan arah partai berlambang pohon beringin itu menjelang Pemilu 2019.

Dalam beberapa waktu terakhir, pasca-Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014, partai tersebut larut dalam pertentangan internal yang membuat mesin politik mereka tidak bisa bekerja secara efektif.

Pertentangan antarkubu dalam partai itu membuat Golkar banyak kehilangan kesempatan politik, baik dalam pemerintahan pusat maupun di daerah melalui pilkada serentak lalu.

Perbedaan pendapat dan pandangan antarakubu, Aburizal Bakrie dengan Agung Laksono, yang terjadi beberapa waktu lalu tidak hanya berputar di elite partai tingkat nasional, tetapi juga merembet hingga ke daerah.

Pemerintah dalam berbagai kesempatan terus mencoba untuk meredakan ketegangan di salah satu partai yang paling berpengaruh di Indonesia. Tidak kurang dari Wakil Presiden RI Jusuf Kalla yang juga pernah menjadi Ketua Umum DPP Partai Golkar ikut dalam upaya meredakan ketegangan itu.

Banyak kalangan yang menyayangkan perseteruan antarfaksi di tubuh partai yang dalam kurun waktu 1971 hingga 1996 mendominasi peta politik nasional dengan memenangi setiap pemilu yang berlangsung pada masa itu.

Sebagai salah satu partai kuat sejak masa Orde Baru, kader-kader beringin dari setiap dekade mewarnai pergerakan politik nasional. Bahkan, hingga saat ini, mereka yang tumbuh dan menimba ilmu politik di Partai Golkar menjadi tokoh di sejumlah partai politik lain yang kini tumbuh dengan subur di Tanah Air pascareformasi 1998.

Setelah konflik antara pengurus versi Munas Ancol dan Munas Bali, kemudian dicapailah kesepakatan penyelenggaraan munaslub di Bali pada pertengahan Mei 2016.

Dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa itu akan dipilih ketua umum yang akan memimpin Golkar menghadapi pemilu dan Pilpres 2019.

Dari sejumlah calon ketua umum Partai Golkar yang akan bertarung di Munaslub Bali tersebut, baik Aburizal Bakrie maupun Agung Laksono, tidak ikut ambil bagian dalam bursa calon ketua umum.

Muncul sejumlah nama yang akan maju dalam bursa calon ketua umum Partai Golkar. Bursa pencalonan sempat diwarnai kontroversi ketika ada keputusan setiap calon harus memberikan uang sumbangan sebesar Rp1 miliar untuk masuk ke bursa calon ketua umum partai itu.

Sejumlah nama yang dicalonkan dan siap maju dalam bursa tersebut mengajukan keberatan atas usulan tersebut.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun memberikan reaksi dan masukan atas usulan tersebut.

KPK melarang Partai Golkar menarik iuran Rp1 miliar kepada masing-masing calon ketua umum yang akan mengikuti munaslub di Bali.

Wakil Ketua Komite Etik Munaslub Golkar Lawrence Siburian di Gedung KPK Jakarta, Rabu, mengatakan bahwa KPK melarang iuran itu karena calon yang akan dipilih maupun pihak yang punya suara ada yang berasal dari kalangan penyelenggara negara.

“Itu bisa masuk dalam ketentuan gratifikasi. Oleh karena itu dilarang memberikan sumbangan Rp1 miliar di dalam munaslub ini,” katanya.

Sebelumnya, di awal Mei, Lawrence Siburian bertemu dengan pimpinan KPK, yaitu Agus Rahardjo, Basaria Panjaitan, Laode M. Syarif, Alexander Marwata, dan sejumlah Deputi dan pejabat KPK lain terkait dengan kewajiban iuran Rp1 miliar yang harus dibayarkan bakal calon ketum Partai Golkar.

“Tentu untuk menjaga asas keadilan, tidak hanya calon yang merupakan penyelenggara negara, tetapi yang lainnya pun akan kami minta untuk dilarang. Jadi, tidak ada pengumpulan dana Rp1 miliar yang wajib,” kata Lawrence.

Menurut dia, iuran yang telanjur dibayar oleh bakal calon ketua umum akan dikembalikan utuh.

“Supaya Partai Golkar ini dalam munaslub sesuai dengan aturan yang semangatnya ingin memperbaiki partai dan ingin membasmi korupsi. Dengan demikian, ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan itu harus kami ikuti,” ungkap Lawrence.

Komite Etik akan menyampaikan hasil pembicaraan dengan KPK ini ke pimpinan Partai Golkar dan selanjutnya akan disampaikan ke panitia penyelenggara munaslub.

“KPK akan membantu sepenuhnya manakala kami datang ke KPK meminta tolong atau berkonsultasi atau monitoring,” tambah Lawrence.

Harapan Penyelenggaraan Munaslub di Bali kali ini menuai banyak harapan dari berbagai kalangan. Harapan itu lebih pada penyelesaian konflik internal Golkar dan kemudian partai itu dapat memainkan kembali peran dalam politik nasional.

Direktur Eksekutif Voxpol Center Pangi Syarwi Chaniago berharap Ketua Umum DPP Partai Golkar ke depan adalah sosok yang memiliki integritas dan dipastikan paling sedikit beban moralnya agar bisa membesarkan Partai Golkar pada masa depan.

Menurut Pangi, seharusnya fungsi Komite Etik Munaslub Golkar lebih efektif dalam menjaga dan memastikan calon yang maju dalam kontestasi memiliki integritas.

Ia menilai Komite Etik itu antara ada dan tiada karena keberadaannya seperti tidak bisa dirasakan dalam menjalankan tujuan pembentukannya tersebut.

“Harusnya komite etik bisa menjaga trayek dan memastikan calon ketua umum Golkar yang maju benar-benar selesai dengan dirinya sendiri. Artinya, dipastikan tidak punya beban moral, bersih, dan jujur,” katanya.

Pangi mengakui tidak mudah membaca akhir cerita Munaslub Partai Golkar karena relatif banyak faktor dan instrumen yang bermain.

Sejumah bakal calon ketua umum yang telah disahkan sesuai dengan nomor urut, yaitu Ade Komarudin (1), Setya Novanto (2), Airlangga Hartarto (3), Mahyudin (4), Priyo Budi Santoso (5), Aziz Syamsuddin (6), Indra Bambang Utoyo (7), dan Syahrul Yasin Limpo (8).

Kedelapan tokoh itu akan bertarung dalam Munaslub Bali yang berlangsung hingga 16 Mei mendatang.

Banyaknya sosok yang akan bertarung dalam pemilihan tersebut mendapat kesan yang positif dari berbagai kalangan. Dengan banyaknya calon yang bertarung, akan menghindari polarisasi yang tajam.

Jusuf Kalla mengatakan tidak ada poros Munaslub Partai Golkar yang akan digelar di Nusa Dua Bali mendatang.

“Tidak ada poros karena banyak calon, kalau hanya dua calon mungkin ada poros. Akan tetapi, kalau ini delapan calon, bagaimana caranya?” ujar Jusuf Kalla di Jakarta, Jumat.

Kalla mengatakan bahwa dirinya mempunyai pikiran-pikiran, termasuk agar Golkar harus dipimpin oleh ketua yang baik dan dapat membesarkan partai.

Siapa pun yang terpilih menjadi ketua umum, akan menentukan ke mana arah partai beringin itu hingga 2019.

Mantan Sekretaris Jenderal DPP Partai Golongan Karya Sarwono Kusumaatmadja mengatakan bahwa hasil Munaslub Bali akan menentukan nasib partai berlambang pohon beringin ini.

“Golkar bisa tetap berada di panggung politik jika bisa menciptakan kejutan dalam munaslub. Jika hanya berjalan sesuai dengan ekspektasi orang banyak, bisa terjadi degradasi dan tersingkir dari panggung politik,” kata Sarwono di Jakarta, Jumat.

Sarwono yang menjabat sebagai Sekjen DPP Golkar pada tahun 1983 sampai 1988 itu menyayangkan Golkar sebagai partai tertua mengalami banyak konflik internal.

Pragmatisme politik yang sudah menggerogoti sejumlah elite Golkar disinyalir menjadi penyebab hilangnya roh politik dari partai yang berjaya pada era Orde Baru itu.

“Sekarang kadernya hanya mencari posisi dan ekonomi menggunakan mekanisme dan institusi politik untuk kepentingan pribadi. Akan tetapi, hal itu sih sebenarnya bukan masalah unik karena terjadi di semua partai,” katanya.

Namun, kemungkinan ada pihak yang tidak puas dengan hasil munaslub bisa saja terjadi. Sarwono menilai hal itu wajar dalam sebuah dinamika politik.

Menurut dia, jika ada pihak yang tidak sepaham dan memilih membuat partai baru atau pindah ke partai lain, hal itu tidak salah. Sistem politik Indonesia sekarang memungkinkan untuk melakukan hal itu. Orang yang pindah partai pun sekarang tidak dapat dicap sebagai pengkhianat.

Sarwono memperkirakan Partai Nasional Demokrat akan dilirik oleh pihak-pihak kecewa oleh partai lamanya. Pasalnya, partai yang dipimpin oleh Surya Paloh itu selain memiliki partai, juga memiliki ormas yang anggotanya terdiri atas partai-partai lain.

“Yang jelas, roh politik itu jangan sampai hilang. Kalau roh politik itu hilang, pemilu berikutnya bisa tersingkir,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Arbie Marwan