Jakarta, Aktual.com – Menjelang Pekan Olah raga Nasional XX Papua, seluruh elemen masyarakat, khususnya para milenial dan kalangan muda menyambut dengan gegap gempita.

Usulan Arie Kriting serta warga Papua lainnya untuk menyertakan para perempuan asli Papua menarik perhatian seluruh kalangan. Sontak masalah ini menggugah rasa kebangsaan orang Papua sebagai bagian dari bangsa Indonesia, warga NKRI. Hal ini terbalik dengan ilusi dari segilintir orang yang terus memperingati tanggal 1 Juli sebagai hari kemerdekaan Papua.

Justru banyak warga Papua yang terus berkarya dan berprestasi bersama Indonesia serta memiliki kesempatan yang sama dalam berkebudayaan di Indonesia.
Inilah yang menjadi isu utama dalam Talkshow virtual yang diselenggarakan Channel INC TV (30/6).

Dalam releasenya, pihak penyelenggara menjelaskan bahwa polemik tentang ikon PON XX Papua telah menyadarkan kita bahwa orang Papua sangat bangga menjadi salah satu bagian peradaban Indonesia yang memiliki kekhasan seperti daerah lainnya. Bahwa Papua itu sangat bernilai dan mampu memberikan nilai bagi kebangsaan Indonesia.

Forum ini membincang Papua sebagai kekayaan budaya yang memiliki kekhasan tersendiri sebagai bagian dari peradaban Indonesia.

Menurut penyelenggara, Ali A.H, sejak era pra kemerdekaan, Papua telah menyatu dengan daerah lainnya bagian timur Indonesia seperti Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara dan lainnya dalam ikatan ras melanisia. Artinya, Indonesia itu terdiri dari berbagai ras termasuk ras melanisia, jadi sejak dahulu kala, Indonesia telah menghilangkan sekat-sekat rasis.

“Sejatinya warga Papua bangga menjadi bagian dari Indonesia, Peradaban Papua adalah bagian dari peradaban Indonesia, karenanya wajar jika dalam PON XX di Papua, para anak muda ingin menampilkan representasi dari identitas budaya asli Papua dalam pagelaran nasional tersebut.” tegasnya.

“Ini menjadi bukti atas pernyataan Menkopolhukam bahwa warga Papua puas dengan kebijakan Indonesia di propinsi paling timur tersebut, bahkan 82 % sengat setuju dengan adanya otonomi khusus dan hanya 8 % yang menolaknya.” jelasnya.

Semangat nasionalisme sebagai warga Indonesia dirasakan juga oleh produser music dan musisi asal Papua, Stephen Wally dalam We Talkshow bertajuk “Papua and Civilizatioan : an Insider perspective” yang diselenggarakan oleh Compass Media menggandeng INC TV dan NU Channel (30/6).

Setelah melalui perjalanan panjang hingga memiliki studio rekaman sendiri dan salah satunya pernah membuatkan lagu untuk mendiang Glenn Fredly, saat ini ia merasa terpanggil untuk mengangkat nilai Papua sehingga membantu membuatkan lagu-lagu dari Timur khususnya dari Papua.

Tokoh-tokoh budaya, influencer dan pihak lainnya mempunyai tugas yang sama dalam membangun Papua.

“Sudah saaatnya, kita hilangkan segala stereotip yang dilekatkan kepada Kita, manusia Papua. Saatnya Papua menulis sejarah yang gilang gemilang, mengharumkan Indonesia dari Papua. #Torangbisa.” tegas musisi yang berhasil memperkenalkan music khas Papua di beberapa negara.

Narsum lainnya, Sastro al Ngatawi menjelaskan secara gamblang kenapa Gus Dur melakukan pendekatan secara budaya dalam merangkul warga Papua sebagai bagian dari Indonesia. Papua sejak dulu telah menjadi bagian dari Indonesia dan talenta-talentanya memiliki nilai yang sama dengan warga Indonesia lainnya. Selain itu, melihat Papua juga harus melalui bahasa kebudayaan yang dapat mempererat silaturahmi karena yang tersentuh adalah hati (perasaan) untuk berbagi kebersamaan. Pendekatan kebudayaan juga dapat digunakan dalam konflik yang ada di Papua karena yang disentuh kebudayaan adalah perasaan, berbeda dengan pendekatan politik maupun militer karena mengabaikan perasaan itu sendiri.

“Tugas kita sekarang adalah mengasah dan mengolah butiran emas, mutiara-mutiara peradaban, mutiara kebudayaan yang ada di Papua dan di mana-mana. Banggalah menjadi bangsa Papua sebagai bagian dari Indonesia untuk masa depan peradaban,” simpul sosok budayawan yang pernah mendampingi Gus Dur tersebut.

Artikel ini ditulis oleh:

Ridwansyah Rakhman