Pengasuh Ponpes Darul Falah Jekulo Kudus, KH Ahmad Badawi Basyir
Pengasuh Ponpes Darul Falah Jekulo Kudus, KH Ahmad Badawi Basyir

Semarang, Aktual.com — Para kiai dan nyai pengasuh pondok pesantren mengusulkan batas usia pernikahan bagi perempuan dinaikkan menjadi dua tahun dari sebelumnya 16 tahun. Mereka yang tergabung dalam organisasi Musyawarah Pengasuh Pondok Pesantren Indonesia (MP31) merekomendasikan agar ada perubahan pasal undang-undang Perkawinan No 1 tahun 1974.

Rekomendasi itu merupakandari hasil workshop dan bahsul masa’il yang digelar di Hotel Horison Semarang, sejak 22-24 April 2016.

Menurut Dewan Pembina MP3I KH Ahmad Badawi Basyir, batas usia menikah itu diputuskan setelah banyak membertimbangkan aspek, terutama fiqih, kesehatan, maupun psikologis.

Menurut dia, usia nikah 16 tahun bagi perempuan itu rawan masalah, banyak mudhorot (kerugian) dan tidak sesuai dengan definisi anak yang telah ditetapkan secara internasional yaitu 18 tahun. “Para kiai sepakat mengusulkan batas usia perempuan diijinkan nikah adalah 18 tahun,” tuturnya.

Pengasuh Ponpes Darul Falah Jekulo Kudus ini menjelaskan, sebelum memutuskan rekomendasi tersebut, para peserta bahsul masail telah mendengar paparan dari pemerintah. Yaitu dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, dan Kementerian Kesehatan. Serta telah mendengar penjelasan dari pakar psikologi.

“Kami telah mendengarkan paparan dari berbagai pihak, bahwa perkawinan usia anak, yakni di bawah 18 tahun, itu banyak resiko kesehatan dan kejiwaan,” beber dia.

Lebih lanjut ia menerangkan,  disyariatkannya agama Islam itu tujuan akhirnya untuk maslahatul ummah (kebaikan umat). Negara dalam kewajibannya melayani warga juga harus berorientasi kebaikan warganya. Maka menikah harus diupayakan saat seseorang telah dewasa. Dan dewasa menurut yang berlaku di dunia saat ini adalah saat orang berusia 18 atau lebih.

“Definisi fiqih tentang baas nikah adalah telah bulugh (baligh), yakni berfungsinya organ reproduksi, itu perlu ditinjau ulang demi mengupayakan maslahat,” paparnya.

Kata dia, para peserta juga sepakat meminta pemerintah mengadakan kursus pra nikah sebagaimana di Malaysia. Pemerintah harus memastikan setiap orang siap menikah baru boleh menikah. “Ini perlu digarap oleh Kementerian Agama dan bisa melibatkan kementerian lain,” imbuhnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby