Dalam aksinya mereka mengecam pembantaian dan penyiksaan oleh pemerintah dan militer Myanmar terhadap masyarakat muslim Rohingya serta mendesak pemerintah Indonesia agar mendorong ASEAN untuk meyakinkan Myanmar agar segera menghentikan kekerasan dan mencari solusi atas permasalahan Rohingya secara damai dan bermartabat. AKTUAL/Munzir

Yangon, Aktual.com – Pemerintah Myanmar berencana memulangkan 2.415 warganya dari Bangladesh akibat ketegangan yang terjadi belakangan ini.

Ketegangan di antara negara bertetangga itu meningkat pasca pemerintah Myanmar melakukan pembantaian terhadap etnis muslim minoritas Rohingya, yang msngungsi ke Bangladesh.

Myanmar selama beberapa dasawarsa menuding penduduk Rohingya merupakan pendatang ilegal dari Bangladesh dan pihaknya tidak akan memberikan mereka status kewarganegaraan.

Namun Bangladesh menyatakan bahwa penduduk Rohingya merupakan warga negara Myanmar dan menolak memberikan status pengungsi kepada mereka. Etnis Rohingya kerap medapatkan kekerasan oleh militer Myanmar.

“Hanya terdapat 2.415 warga Myanmar sesuai dengan data kami,” kata Direktur Jenderal di Kementerian Luar Negeri Myanmar, Kyaw Zaya, kepada Kantor Berita Reuters yang dikutip, Jumat (30/12).
Dia pun membantah, bahwa pengungsi Rohingya yang saat ini melarikan diri sebanyak 300 ribu. “Kami selalu berpegangan pada data kami.”

Dia menyatakan bahwa pemerintah Bangladesh berencana membawa pulang 2.415 orang tersebut pada tahun 2017.

Pemerintah Bangladesh sebelumnya memanggil Duta Besar Myanmar di Dhaka untuk meminta segera dilakukan repatriasi semua warga negara Myanmar dari Bangladesh. Pihak Kementerian Luar Negeri Bangladesh dalam pernyataannya menyebutkan jumlahnya 300 ribu orang.

Situasi keamanan di negara bagian Rakhine, wilayah barat laut Myanmar, yang menjadi rumah bagi warga Rohingya, sangat memburuk sejak serangan terhadap sejumlah pos keamanan di wilayah yang berbatasan dengan Bangladesh pada 9 Oktober 2017 yang menewaskan sembilan petugas kepolisian.

Pemerintahan Myanmar yang didominasi oleh umat Buddha menuding kelompok militer memiliki jaringan dengan kelompok garis keras di luar negeri telah melakukan serangan tersebut dan mengerahkan pasukan keamanan dalam jumlah besar ke wilayah itu.

Kelompok hak asasi manusia dan warga setempat menyatakan bahwa penyalahgunaan kewenangan secara meluas terjadi selama operasi militer Myanmar dalam beberapa pekan setelah pengerahan pasukan tersebut.

Pemerintah Myanmar menampik tuduhan itu dengan menyatakan bahwa laporan penyalahgunaan kewenangan itu direkayasa dan tetap bersikukuh bahwa pertentangan di negara bagian Rakhine merupakan persoalan dalam negeri.

Sementara pemerintah Bangladesh menyebutkan bahwa 50 ribu orang melarikan diri dari Myanmar sejak Oktober, sedangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa mencatat sekitar 34 ribu orang.

Kekerasan di negara bagian Rakhine menjadi tantangan terbesar bagi pemerintahan Aung San Suu Kyi dan memicu kritikan dari kalangan internasional bahwa peraih Nobel Perdamaian itu hanya sedikit bekerja untuk membantu kaum minoritas muslim.

Bangladesh telah meminta Myanmar untuk segera mangatasi akar masalah tersebut dan pihaknya juga siap berdiskusi soal proses dan upaya repatriasi dengan pihak pemerintahan Myanmar.

Selain ketegangan, pasukan perbatasan Bangladesh pada pekan ini menuduh Angkatan Laut Myanmar melepaskan tembakan pada satu unit kapal pencari ikan di Teluk Bengal.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Wisnu