Sebagaimana dalam hadits diriwayatkan

“أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم شَرِبَ مِنْ زَمْزَمَ وَهُوَ قَائِمٌ”

Artinya: “Bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad SAW meminum air zamzam dengan berdiri” (HR. Muslim).

Syekh Yusri mengatakan, bahwa ada sebuah kaidah penting dalam pembahasan ushul fikih, yaitu apabila baginda Nabi melarang suatu perkara, akan tetapi Nabi melakukannya, maka cara memahaminya adalah dengan demikian: jika berupa perkara ibadah dan Nabi melakukan apa yang baginda larangkan, maka hal ini adalah khususiyah untuk dirinya dan tidak boleh dilakukan oleh siapapun selainnya.

Contohnya Nabi melarang untuk puasa wishal (berturut-turut tanpa makan dan minum), dimana puasa adalah perkara ibadah, sedangkan Nabi melakukannya, maka ini menunjukkan bahwa ini khusus untuk Nabi SAW saja.

Adapun jika larangan ini berupa perkara adat atau kebiasaan, seperti minum, makan, pakaian dan lain sebagainya, akan tetapi baginda Nabi melakukannya, maka perbuatan Nabi menunjukan bahwa perkara ini hukumnya mubah dan tidak haram.

Seperti halnya Nabi melarang minum sambil berdiri, sedangkan Nabi melakukannya, maka hal ini menunjukan boleh minum dengan berdiri, akan tetapi lebih baik dengan duduk. Baginda Nabi terkadang melakukan sesuatu yang khilaf al aula (sesuatu yang kurang afdzal), agar umatnya tahu bahwa hal tersebut adalah hukumnya boleh dan tidak haram.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid