Jakarta, Aktual.com – Bank Indonesia (BI) mencatat uang beredar dalam arti luas (M2) pada Oktober 2021 meningkat 10,4 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya (year-on-year) menjadi Rp7.490,7 triliun. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya 8,2 persen (yoy).
“Peningkatan tersebut didorong oleh akselerasi pertumbuhan uang beredar sempit (M1) sebesar 14,6 persen (yoy) dan uang kuasi yang tumbuh enam persen (yoy),” ucap Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono, dikutip dari laman resmi BI, Jakarta, Selasa (23/11).
Menurutnya, pertumbuhan M2 pada Oktober 2021 dipengaruhi oleh aktiva luar negeri bersih dan aktiva dalam negeri bersih.
Erwin menjelaskan pertumbuhan M1 didorong oleh peningkatan pertumbuhan giro rupiah, serta tabungan rupiah yang dapat ditarik sewaktu- waktu.
Giro rupiah pada Oktober 2021 tumbuh 21,4 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya 10,3 persen (yoy), namun sedikit tertahan oleh perlambatan dana float (saldo) uang elektronik yang tercatat sebesar Rp7,9 triliun dengan pangsa terhadap M1 0,19 persen, atau tumbuh 5,7 persen (yoy), melambat dibandingkan bulan sebelumnya 20,2 persen (yoy).
Tabungan rupiah yang dapat ditarik sewaktu-waktu pada Oktober 2021 tercatat sebesar Rp2.006,3 triliun, dengan pangsa 49,2 persen terhadap M1, tumbuh 13 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan September 2021, yakni 11,8 persen (yoy).
Di sisi lain, ia mengatakan aktiva luar negeri bersih bertumbuh 5,7 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada September 2021 sebesar lima persen (yoy), yang disebabkan oleh perlambatan kewajiban sistem moneter kepada bukan penduduk, terutama berupa pinjaman valas.
Sedangkan, aktiva dalam negeri bersih meningkat 12,1 persen (yoy), naik dari 9,3 persen (yoy) pada bulan sebelumnya, seiring kenaikan tagihan bersih kepada pemerintah pusat dan penyaluran kredit yang terus berlanjut.
“Tagihan bersih kepada pemerintah pusat tumbuh sebesar 30,4 persen (yoy), meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 16,1 persen (yoy), yang disebabkan oleh perlambatan kewajiban sistem moneter kepada pemerintah pusat berupa simpanan baik dalam rupiah maupun valas,” katanya.
Sementara itu, penyaluran kredit naik tiga persen (yoy) pada bulan laporan, meningkat dari pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 2,1 persen (yoy), yang sejalan dengan peningkatan penyaluran kredit modal kerja maupun konsumsi.
Artikel ini ditulis oleh:
A. Hilmi