Jakarta, Aktual.co —Pekerja PT Kereta Api Indonesia (KAI) yang tergabung dalam Serikat Pekerja Kereta Api Jabodetabek (SPKAJ) memprotes kenaikan tarif baru yang diberlakukan mulai 1 April mendatang. Sebab kenaikan tarif tidak dibarengi dengan kejelasan berubahnya status pekerja kontrak dan alih daya (outsorching) KAI.
Mereka menilai pemerintah harusnya memerintahkan Asosisasi Transportasi Kereta Api Indonesia (Atkaindo) untuk mengangkat pekerja kontrak dan alih daya sebagai pekerja tetap.
“Naiknya tiket kereta api tidak diimbagi dengan memperhatikan nasib pekerja kereta api yang berstatus kontrak dan ‘outsourcing’,” kata Ketua Umum SPKAJ Abet Faedatul Muslim, Kamis (25/3).
Abet juga meminta Menteri Tenaga Kerja Hanif Dakhiri segera mencabut peraturan ketenagakerjaan tentang sistem kerja kontrak dan outsourcing yang diatur dalam Peraturan Menteri No.19 Tahun 2012. Sebab peraturan itu menjadi celah hukum bagi Atkaindo untuk melanjutkan sistem kerja kontrak dan outsourcing bagi pekerja pengawalan kereta api, petugas loket, porter/tapping, dan “announcer” atau petugas informasi. Padahal, pekerja-pekerja kontrak itu tak kecil perannya.
Karena akibat Permen tersebut, perusahaan di bawah Atkaindo, yakni PT KAI, PT Kereta API Commuter Jabodetabek (KCJ) dan PT Raillink kembali menetapkan empat jenis pekerjaan itu sebagai pekerjaan penunjang atau bukan inti bisnis produksi.
Padahal, di 2013, pengawasan Kemenakertrans telah mengeluarkan nota hasil pemeriksaan yang menetapkan jenis pekerjaan itu sebagai jenis pekerjaan inti bisnis yang tidak dapat dialihdayakan. Akibatnya, hampir ribuan pekerja di luar staf perusahaan kereta api Jabodetabek adalah pekerja kontrak dan ‘outsourcing’. “Dan puluhan ribu pekerja kereta api di Indonesia mengalami hal yang sama,” kata dia.
Berdasarkan data Organisasi Buruh Internasional (ILO) 2013 hampir 65 persen pekerja di Indonesia berstatus tidak tetap, meliputi, kontrak kerja pendek, percobaan magang, harian lepas, serta borongan. “Artinya ada sekitar 27,55 juta jiwa rakyat Indonesia bekerja sebagai pekerja atau buruh kontrak dan ‘outsourcing’,” kata dia.
Abet mengatakan sejak 2008 para pekerja yang menuntut untuk diangkat sebagai pekerja tetap kereta api hingga saat ini belum jelas proses penyelesaiannya. Padahal, menurut dia, ada Nota Pengawasan Kemenakertrans dan Rekomendasi Panitia Kerja Komisi IX DPR RI yang menginstruksikan penghapusan praktek outsourcing di BUMN seluruh Indonesia.
“Belum lagi banyak perusahaan alih daya yang diduga ilegal dan tersangkut kasus pidana, semisal PT Kencana Lima rekanan PT KCJ ini sejak tahun 2011 membayar upah pekerja di bawah UMK tapi tidak ada tindakan tegas dari pemerintah, katanya.
Pada Rabu (26/3), massa aksi dari SPKAJ mendatangi gedung Kementerian Ketenagakerjaan untuk meminta kejelasan atas permasalahan tersebut. SPKAJ menuntut agar Menteri Ketenagakerjaan membatalkan Permen No.19 Tahun 2012 dan menindak tegas para pengusaha yang membayar upah di bawah upah minimum.
Sebagaimana diketahui sebelumnya bahwa PT KAI adalah salah satu perusahaan BUMN yang dipanggil oleh Komisi IX DPR RI terkait penggunaan tenaga kerja kontrak dan “outsourcing” yang tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang ketenagakerjaan.
Artikel ini ditulis oleh:

















