Mantan Ketua Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudi Latif foto bersama As Sayyid Assyarif AsSyekh Dr. Muhammad Fadhil Al Jilani Al Hasani Al Huseini saat acara Halal Bil Halal keluarga Zawiyah Arraudhah di Zawiyah wa Ma'had Arraudhah, Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (1/7/2018). AKTUAL/Tino Oktaviano

Saudaraku, hidup tanpa kebebasan bagaikan tubuh tanpa jiwa. Kebebasan tanpa akal-budi bagaikan jiwa yang linglung.

Kebebasan itu ibarat anggur. Ia bisa menghangatkan darah kehidupan dengan ekses yang mengerikan. Apa yang bisa membawa spontanitas dan kegembiraan, tanpa kendali nalar dan nurani bisa menimbulkan kegilaan.

Engkau saksikan sendiri, orde reformasi mendorong orang merayakan pesta demokrasi dengan menenggak anggur kebebasan.

Saat orang menikmati anggur kebebasan, kekuatan daya pikir sedang berseluncur ke titik nadir. Kepekaan etik melapuk ke titik tumpul. Minat baca rendah, kedalaman pikiran dihindari. Kedangkalan dirayakan. Politik dan etik terpisah seperti air dan minyak.

Ledakan anggur kebebasan dalam kebebalan pikiran dan perasaan membangkitkan kerumunan yang linglung. Elit semenjana berebut kekuasaan bukan berani karena mengerti, melainkan karena tak tahu. Orang-orang memilih pemimpin bukan karena memahami apa-siapa yang dibutuhkan, melainkan karena “sihir” siapa yang paling kuat.

Jiwa-jiwa yang bingung mudah dikendalikan para penggertak. Para penggertak itu bisa menakuti kerumunan dengan tongkat ancaman “minoritas” atau “mayoritas”, ekstrem kanan atau ekstrem kiri, kampret atau cebong , tanpa memberikan kompas jalan keluar yang terang.

 

Untuk membawa bangsa menuju jalan cahaya, kebebasan perlu dijaga dengan penguatan akal dan adab. Kebebasan beragama dan berkeyakinan perlu tuntunan fajar budi. Kemerdekaan kebangsaan perlu penguatan nalar kemanusiaan. Kebebasan demokrasi harus dipimpin hikmat kebijaksanaan. Kebebasan pasar perlu haluan nilai dan visi keadilan.

Hanya dengan kompas nalar dan nurani, kebebasan bisa membawa kita menuju keselamatan dan kebahagiaan hidup bersama.

 

Makrifat Pagi, Yudi Latif

Artikel ini ditulis oleh:

As'ad Syamsul Abidin