Pemohon mengungkapkan bahwa terpidana kasus tindak pidana korupsi yang ditangani KPK bisa mendapatkan remisi harus mendapatkan “justice collaborator” atau saksi pelaku seperti yang didefinisikan di Pasal 1 angka 2 UU Perlindungan Saksi dan Korban.

“Pemohon tidak mendapatkan remisi karena Pasal 1 angka 2 UU Perlindungan Saksi dan Korban,” kata Dian Farizka dalam permohonannya.

Untuk itu, pemohon meminta kepada ketua majelis Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 14 ayat (1) huruf i dan huruf k UU Pemasyarakatan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai hukum mengikat secara bersyarat, sepanjang tidak dimaknai mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi) dan mendapatkan pembebasan bersyarat.

Juga menyatakan Pasal 1 angka 2 serta Pasal 10A ayat (3) huruf b UU Perlindungan Saksi dan Korban bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai saksi pelaku adalah tersangka, terdakwa atau terpidana yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana umum dan khusus dalam kasus yang sama dan secara bersyarat apabila tidak dimaknai pembebasan bersyarat dan remisi tambahan bagi narapidana sebagai saksi pelaku yang penanganannya berasal dari semua unsur lembaga penegak hukum.

“Apabila yang mulia majelis hakim konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya, ‘ex aequo et bono’,” ucap pemohon, berharap.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid