Jakarta, Aktual.co — Assallammuallaikum wr wb. Melakukan ibadah secara benar, tentu membuat Anda semakin tawadhu, kokoh mengabdi kepada Allah SWT, hati tentram dan membuat kehidupan akan seimbang. Selain itu, juga tenang dalam setiap bersikap.
Saudaraku yang baik, ketenangan menjadi sesuatu yang dibutuhkan setiap orang. Terutama ketika kita sedang menghadapi masalah atau saat hendak mengambil keputusan. Orang yang tenang tidak pernah ‘galau’, panik tergesa-gesa, dan tidak emosional (tidak ‘over acting’). Orang yang tenang akan bisa menerima informasi lebih banyak, hingga dia bisa lebih memahami.
Sedangkan, orang yang emosional pendek kemampuan dalam memahaminya, akibatnya kalau merespon akan tidak bagus karena keterbatasan pemahamannya.
Ketenangan pun akan membawa kewibawaan, atau kharisma tersendiri bagi pemiliknya. Ia akan disegani oleh teman serta lingkungannya. Sebaliknya, orang yang ‘over acting’ tidak akan memiliki kharisma. Terutama kepada para calon pemimpin dalam skala apapun, dia harus berlatih mengendalikan diri, tetap tenang dalam kondisi bagaimana pun sulitnya.
Dan, tenang bukan berarti lamban. Nabi Muhammad SAW merupakan manusia paling tenang, tetapi berjalannya sangat gesit. Karena ketenangan tidak ada kaitannya dengan waktu, melainkan dengan pengendalian diri artinya dia tetap gesit, tangkas, tidak ada gurau berlebih, atau berteriak-teriak.
Pribadi yang kalem selalu senyum berukir jernih, tidak pula banyak bicara kalau memang tidak perlu bicara. Akibatnya, orang yang tenang mendapat ilmu yang lebih banyak, mendapatkan kemampuan memilih keputusan lebih baik.
Namun, ketenangan harus diupayakan agar tidak berujung menjadi sombong. Cirinya yaitu, ketika ia tidak peduli kepada orang lain. Dia diam tapi tidak mau mendengarkan.
Malah mungkin asyik melakukan kegiatan yang lain (saat orang lain berbicara padanya). Atau, ada orang yang diam, karena dia sedang memikirkan bantahan kepada orang lain, bukannya mengemas manfaat dari pembicaraan yang didengarnya.
Sehingga tenangya kita responsif, tidak justru pelit. Reponsif seseorang memang bisa dipengaruhi oleh banyaknya keinginan, demografi (asal tempat menetapnya, red), lingkungan, tekanan kesulitan.
Namun demikian, itu bisa diubah bila memang ingin berubah. Rasulullah SAW sendiri tertawa bila orang lain tengah melucu. Demikian pula bagi seorang pemimpin, keputusan terbaik adalah ketika ia memang memiliki akses informasi lengkap. Makin lengkap informasi makin akurat keputusannya.
Dan, informasi itu sendiri tidak boleh diambil hanya dari satu pihak. Kita harus belajar dari kedua belah pihak, baru mengambil keputusan. Dan, yang harus kita sadari adalah tidak ada keputusan tanpa resiko, semua keputusan ada resikonya. Kita hanya perlu menghitung resiko yang paling minimal.
Sebaik-baiknya Manusia
Sungguh beruntung bagi siapapun yang dikaruniai Allah SWT atas kepekaan untuk mengamalkan aneka pernik peluang kebaikan yang diperlihatkan Allah SWT kepadanya. Beruntung pula orang yang dititipi Allah SWT aneka potensi kelebihan oleh-Nya, dan dikaruniakan pula kesanggupan memanfaatkannya untuk sebanyak-banyaknya umat manusia.
Lantaran, derajat kemuliaan seseorang dapat dilihat dari sejauh mana dirinya punya nilai manfaat bagi orang lain. Rasulullah SAW dalam hal ini bersabda,
“Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain” (H.R. Bukhari). (Demikian ceramah dari KH Abdullah Gymnastiar)
Artikel ini ditulis oleh: