Jakarta, Aktual.com — Bakal ada konsekuensi jika para penegak hukum ngotot untuk meneruskan kasus Yulian Paonganan alias Ongen ke Pengadilan.

Sehingga jika kasus ini tetap disidangkan dan Ongen dipaksa untuk divonis bersalah maka ada konsekuensi lain yang harus jadi tanggung jawab negara.

Diketahui Ongen ditangkap oleh Bareskrim Mabes Polri karena dianggap melanggar Undang-undang Pornografi atas hastaknya di Twitter yaitu #PapaDoyanLonte dan menyebarkan foto alat kelamin anak kecil. Karena dia lakukan di media sosial Ongen juga di jerat UU ITE.

Aktivis dari Kesatuan Aksi Mahasiswa untuk Reformasi dan Demokrasi (Kamerad), Haris Pertama mengatakan jika kasus Ongen dipaksakan apalagi jika hakim nanti memvonis bersalah. Maka, negara harus merubah semua. Mulai dari UU Poronografi sampai definisi lonte di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

“Tidak hanya itu, negara juga harus membuat larangan foto anak kecil telanjang jangan dipajang di media sosial, karena itu melanggar UU Pornografi seperti tuduhan polisi terhadap Ongen,” ujar Haris saat dimintai pandangan oleh wartawan di Jakarta, Sabtu (19/3).

Jadi dalam kasus Ongen ini ada hal-hal yang tentunya melanggar aturan baku dan ilmu pengetahuan. Kata ‘lonte’ dalam KBBI tidak melanggar UU Pornografi, tentu ini harus dirubah definisnya, jika nanti Ongen bersalah.

Dihubungi terpisah, Ahli Bahasa Profesor Hanafie Sulaiman menegaskan jika memang nanti Jaksa maupun Hakim memutuskan bersalah, maka konsekuensi lain harus menjadi pertimbangan.

“Aturan-tauran yang sudah baku tentu harus diperhatikan. Karena jelas Lonte itu bukan pornografi, dan alat kelamin anak kecil itu juga bukan porno,” tegas dia.

Senada dengan Hanafie, Pengamat Hukum Tata Negara, Margarito Kamis jika hakim dan jaksa tetap memaksakan ongen bersalah, maka semua yang terkait dengan hastak ongen harus diatur secara spesifik lagi.

“Tentunya harus diatur lagi baik itu definis maupun UU pronografinya, karena saya lihat ini koq tidak ada unsur pidana untuk itu,” ujarnya.

Tapi Margarito menilai itu soal lain, terpenting adalah soal kasus hukumnya yang tidak diatur dalam UU. Dan Jaksa harusnya menyatakan perbuatan Ongen itu bukan perbuatan pidana.

“Kosentrasi di kasus hukumnya saja dulu, soal merubah definis atau UU itu soal lain nanti,” ujar dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby