Jakart, Aktual.com – Anggota Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda angkat bicara persoalan data PNS Fiktif sebanyak lebih kurang 97.000 orang sebagaimana pernyataan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) RI Bima Haria Wibisana.
Menurutnya, harus ada penjelasan yang komprehensif dari berbagai pihak terkait hal ini. Jika data itu benar, maka negara telah dirampok.
“Negara telah dirampok trilyunan rupiah akibat hal ini. Dengan asumsi 1 orang ASN berpangkat III/A menerima gaji Rp2 juta/bulan. Maka potensi kerugian negara setara hampir Rp.2.5 Trilyun pertahun. Jika ini telah berlangsung puluhan tahun, maka nilainya tentu sangat fantastis dan miris ditengah krisis APBN kita akibat pandemi Civid-19 ini,” kata Rifky, Rabu (26/5).
Rifky melanjutkan Komisi II DPR RI juga akan memanggil Kepala BKN RI, Menteri PAN dan RB, Menteri Keuangan, termasuk Mendagri terkait keberadaan ASN daerah.
“Bahkan jika indikasi pelanggaran hukumnya amat kuat, Komisi II DPR RI atas seizin pimpinan DPR RI dapat memanggil Kapolri, Jaksa Agung dan Pimpinan KPK untuk mengusut hal ini,” tandasnya.
Disisi lain, Rifqi Karsayuda mengapresiasi temuan BKN RI tersebut. Ia juga memberikan pandangan positif atas ikhtiar BKN menata data Kepegawaian secara nasional, terpadu dan berbasis online dalam beberapa waktu terakhir ini.
Soal database selalu menjadi persoalan di banyak tempat di Indonesia, termasuk di dunia birokrasi. Rifqi menegaskan, ikhtiar melakukan sentralisasi data, pembaharuan data yang kontinyu, serta akses data yang terbuka oleh publik adalah kebutuhan pengelolaan data kepegawaian.
Ia berjanji akan memberikan perhatian serius terkait hal ini dalam pembahasan RUU ASN di Komisi II DPR RI.
Kerawanan penyalahgunaan data ASN fiktif bukan hanya terjadi pada data yang disinyalir aspal (asli, tapi paslu). Ada nama, padahal orangnya fiktif. Ada nama orangnya, padahal statusnya bukan ASN. Yang juga rawan adalah data para pensiunan dan ahli warisnya.
“Ada pensiunan yang telah meninggal puluhan tahun, namun tetap ada nama ahli warisnya, misalnya janda istrinya. Di lapangan, ketika si janda pun telah meninggal, datanya tak kunjung di update. Sementara dana pensiunnya terus mengalir,” papar Rifqi Karsayuda.(RRI)
Artikel ini ditulis oleh:
Warto'i