Jakarta, Aktual.com – Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Abdul Halim menilai kasus perpanjangan kontrak Hutchison Port Holdings (HPH) di Jakarta International Container Terminal (JICT) dan Terminal Peti Kemas (TPK) Koja di Pelabuhan Tanjung Priok harus diselesaikan dalam kerangka penguatan fungsi negara.
“Pengelolaan aset negara harus merujuk kepada konstitusi dan mengutamakan kepentingan nasional,” ujar Abdul Halim dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu (24/10).
Menurutnya, penegakan hukum juga menjadi aspek penting untuk mengawal pengelolaan aset negara terutama pelabuhan nasional. Teori penguatan negara dalam model Fukuyama memberi kritik terhadap daya dukung negara dalam pengelolaan pelabuhan di Indonesia. “Dalam kasus kontrak JICT-Koja kepada asing Hutchison terdapat anomali deregulasi yang bertentangan dengan aspek penguatan hukum oleh negara,” katanya.
Berdasarkan penyelidikan parlemen dan auditor negara, kasus kontrak JICT dan Koja melanggar Undang-Undang nomor 17/2008 tentang Pelayaran. Disisi lain, guru besar Universitas Al-Azhar Indonesia Suparji Ahmad menyatakan kesepakatan kontrak yang dibuat antara Pelindo II dan Hutchison tidak boleh bertentangan dengan hukum.
“Jika terjadi pelanggaran, perpanjangan kontrak tersebut batal demi hukum. Apabila dipaksakan, sudah pasti itu ilegal. Disini Negara harus hadir,” katanya.
Ditambahkan, kasus JICT dan TPK Koja semestinya bisa dituntaskan jika para pemegang otoritas mengambil tindakan tegas. “Apalagi audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga menyebutkan kerugian negara masing-masing sebesar Rp4,08 Triliun dan Rp1,86 Triliun. Demi kepastian hukum, kasus ini harus segera tuntas,” katanya.
Selain itu, Menurut Dekan Fakultas Hukum Universitas Nasional (UNAS) Ismail Ramadhan menegaskan Kasus JICT dan Koja dapat menjadi alat untuk mengukur bagaimana pemerintah mengelola negara. “BUMN itu milik negara, maka publik pasti mencermati sikap yang diambil pemerintah. Jika (pemerintah) diam, masyarakat bisa ajukan gugatan class action,” ujarnya.
Menurutnya KPK seharusnya dapat segera menuntaskan kasus korupsi kontrak yang melibatkan pelaku lintas negara ini. “Kasus JICT dan Koja ada unsur kerugian negara, jadi KPK jangan terkesan mendiamkan. Publik bisa menilai KPK tebang pilih dalam memberantas korupsi,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka