Jakarta, Aktual.com – Plt Menteri ESDM, Luhut Binsar Panjaitan (LBP) mengungkapkan dua perusahaan migas Internasional telah menemuinya dan masing-masing dari mereka menyampaikan agar diberi insentif fiskal untuk menggarap dua ladang migas terbesar di Indonesia.

Adapun perusahaan yang dimaksud yakni Inpex dan ExxonMobil. Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) asal negara Jepang yaitu Inpex telah berkeluh kesah untuk negosiasi waktu kontrak agar diperpanjang dengan dalih banyak waktu yang terbuang akibat persiapan pengembangan dari skema offshore LNG ke onshore untuk Blok Masela.

Selai itu mereka juga menuntut agar pemerintah memasukkan biaya ganti rugi ke dalam cost recovery akibat perubahan skema tersebut. Permintaan itu disanggupi oleh LBP dengan syarat perusahaan itu menggunakan produk dalam negeri serta mempercepat produksi gas yang ada di Maluku itu.

“Kemarin Inpex datang ke saya. saya bilang eh kamu bisa tidak membuat lebih cepat? Bisa dia jawab. Dia minta nego term yang hilang gara-gara mereka melakukan persiapan. Saya bilang bisa. Mereka bilang, benar ini bisa dilakukan? Saya bilang (pegang kata-kata saya). Mereka bilang sudah mengeluarkan USD1,2 miliar, bisa enggak dimasukin cost recovery? Saya bilang bisa. Sekarang saya bilang, kau mau enggak menggunakan semua barang yang diproduksi di Indonesia untuk produksi kau di sana. Dia bilang, bisa, shake hand,” kata Tokoh Senior Partai Golkar ini di Jakarta, ditulis Jumat (9/9).

Kemudian KKKS asal negara AS yakni ExxonMobil juga meminta insentif fiskal melalui Revisi Peraturan Pemerintah 79 agar meringankan beban pajak serta besaran pembagian migas yang akan dihasilkan (Product Sharing Contract).

Karena selama ini sesuai UU Migas skema pembagian (Product Sharing Contract) sebesar 85 persen untuk negara dan 15 persen untuk KKKS. ExxonMobil merasa upaya pengembangan migas di laut Natuna Indonesia mempunyai tantangan yang tinggi dan berbiaya mahal sehingga dia menuntut agar ekonomis baginya.

“Datang juga Exxon mengenai Alpha Block. Kemarin dia mulai jalan. PP 79 kita ubah, selama ini 85:15 kalau field mudah, kalau deep water enggak bisa begitu. Mana ada orang yang mau pak, 85:15 risikonya tinggi ditambah kalau dia dry hole hilang duitnya. Jadi, tanya presiden. Kalau perlu 60:40, kalau perlu 51:49, jawaban presiden, setuju pak.  Kita punya pilihan seperti itu, asal rasional. Saya jelaskan Daniel, oke Mr, kita mulai move,” pungkas LBP.

(Dadang Sah)

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan