Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri bersama Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta Petahana Djarot Saiful Hidayat mengenakan jas partai kepada Calon gubernur DKI Jakarta Petahana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) saat melakukan pendaftaran di Kantor KPUD DKI Jakarta, Salemba, Rabu (21/9/2016). Pasangan Ahok dan Djarot resmi mendaftar ke KPU DKI Jakarta dengan diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Golkar, Nasdem dan Hanura.

Jakarta, Aktual.com – Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok kembali melontarkan ucapan yang menghina kaum muslim tak hanya di Ibu Kota tapi juga Indonesia.

Di depan warga Kepulauan Seribu, Ahok menyebut Surat Al-Maidah ayat 51 dari Kitab Suci Al-Quran yang melarang memilih pemimpin non muslim dianggap oleh Ahok sebagai pembohongan.

Pernyataan Ahok ini bukti ketakutan dan kepanikannya menjelang Pilkada 2017 nanti. Apakah elektabilitasnya mulai anjlok terus.

“Bagi saya, Ahok itu sakit jiwa. Sok tahu dan sok pintar. Tapi banyak salahnya. Dia tak pantas jadi pemimpin. Ngapain dipilih lagi di Pilkada nanti?” tegas Ketua umum Perkumpulan Gerakan Keadilan, Bursah Zarnubi, ketika dihubungi, Sabtu (8/10).

Ahok yang telah menistakan Al-Quran itu, kata Bursah, sebagai bukti sikap rasis Ahok yang tentu tak layak dicetuskan oleh seorang pemimpin.

“Saran saya, Ahok yang rasis dan tanpa etika itu sebaiknya jadi pemimpin gerombolan liar saja. Yang enggak kenal sopan santun dan enggak ada etika,” sindir nantan ketua HMI cabang Jakarta 1986 itu.

Yg parah lagi, kata Bursah, Cagub Incumbent yang diusung PDIP, Golkar, Nasdem, Hanura ini koruptor. “Aset-aset Pemda dibeli sendiri untuk kepentingan pribadinya. Sayangnya, Ahok sampai saat ini masih beruntung dilindungi aparat hukum,” tandas dia.

Kepemimpin Ahok yang seperti itu, dirinya sudah sejak lama menentang Ahok. “Saya orang pertama memimpin kelompok yang pertama kali demonstrasi lawan Ahok pada 29 Agustus 2015 lalu,” pungkasnya.

Sekadar mengingatkan, jeratan korupsi sudah banyak dituduhkan ke Ahok, bahkan oleh lembaga tinggi negara, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sudah menemukan kerugian negara yang dilakukan Ahok. Tapi hingga kini korupsi yang dilakukan Ahok masih dilindungi penegak hukum, termasuk Komisi Pemberantas Korupsi (KPK).

Kasus Korupsi bus TransJakarta, dengan pengadaan senilai Rp1,2 triliun terbukti merugikan negara ratusan miliar rupiah. Busway yang belum sebulan didatangkan dari China ternyata berkarat dan rusak, akibatnya tak bisa digunakan.

Kejaksaan telah menetapkan dua orang PNS DKI sebagai tersangka, tetapi tidak pernah berusaha menyentuh gubernur dan wakil gubernur. Ahok sendiri tak tersentuh di kasus ini.

Kemudian dalam kasus UPS, temuan Polri memperkirakan kerugian negara akibat korupsi UPS mencapai Rp 50 miliar rupiah. Bareskrim Mabes Polri telah menetapkan dua orang pejabat kepala dinas dan satu orang perusahaan rekanan sebagai tersangka. Namun lagi-lagi, di kasus ini Ahok bisa cuci tangan.

Yang paling menggemparkan dan sangat kuat keterlibatan Ahok serta layak jadi tersangka yaitu di kasus RS Sumber Waras. Menurut BPK, kasus korupsi pembelian tanah milik RS Sumber Waras oleh Pemda DKI dengan harga jauh di atas harga pasaran.

Dari hasil audit BPK, ada indikasi kerugian daerah sebesar Rp191,33 miliar karena kasus jual-beli tanah yang diproyeksi menjadi lahan RS Khusus Jantung dan Kanker itu.

Pemprov DKI membeli tanah tersebut seharga Rp20,75 juta per meter atau totalnya Rp755,69 miliar dengan cash. Harga Rp20,75 juta per meter itu adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah bagian depan wilayah RS Sumber Waras yang berbatasan dengan Jalan Kyai Tapa.

Sementara NJOP tanah bagian belakang areal RS yang berbatasan dengan Jl. Tomang Utara cuma sebesar Rp7,44 juta per meter. Pemprov DKI membeli tanah itu seluas 3,64 ha, jadinya seharga itu Rp755,69 miliar.

Bahkan pemebelian itu tanpa tawar-menawar dan mengecek, persis sama seperti penawaran Yayasan Kesehatan Sumber Waras. Penawaran disampaikan 7 Juli 2014, dan direspons langsung oleh Gubernur DKI Jakarta pada 8 Juli dengan mendisposisikannya ke Kepala Bappeda untuk dianggarkan dalam APBD-P DKI 2014.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan