Jakarta, Aktual.com – Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi menemukan 9.440 kesalahan input di aplikasi Sistem Penghitungan Suara (Situng) KPU. Temuan itu diperoleh dari hasil verifikasi manual di Web Situng KPU dalam tiga hari terakhir sejak 27 hingga 29 April 2019.
Koordinator Relawan IT BPN, Mustofa Nahrawardaya, memaparkan timnya telah meneliti 172.174 TPS dari 404.290 TPS yang sudah masuk ke Web Situng KPU atau sebanyak 42%. Dari total data TPS yang sudah diverifikasi ditemukan error sebanyak 6%.
“Dalam setiap hari kami menemukan lebih dari 1.000 kesalahan entry. Kesalahan itu meliputi selisih suara, jumlah pemilih melebihi DPT, dan jumlah suara sah tidak cocok dengan total suara,” kata Mustofa saat menggelar konferensi pers di Media Center Prabowo-Sandi, Jalan Sriwijaya I Nomor 35, Jakarta Selatan, Senin (29/4).
Mustofa mengungkapkan, temuan kesalahan itu konsisten dalam tiga hari terakhir dan tidak ada perbaikan. Sedangkan kesalahan terbesar berasal dari provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Dijelaskannya, untuk Jabar timnya menemukan kesalahan di sebanyak 764 TPS (8%), Jateng 706 TPS (7,4%), dan Jatim sebanyak 385 (4%). Sedangkam jika dijumlah total kesalahannya mencapai 19,4 persen.
“Kami juga menemukan indikasi ada pola input dari daerah tertentu tinggi yang menguntungkan Paslon 01, dan merugikan Paslon 02. Polanya sangat baku dan konsisten. Ada yang sangat cepat, tapi ada yang sangat lambat. Ini sangat mencurigakan.
Angkanya sangat mirip dan konsisten dengan hasil quick count yang dipublikasikan oleh lembaga survei. Kebetulan ini sangat tidak masuk akal,” ungkap Mustofa.
Sementara, Koordinator Juru Bicara BPN, Dahnil Anzar Simanjuntak, menilai kesalahan input yang dilakukan oleh KPU sangat serius. Dia menekankan, kesalahan yang terjadi jangan dianggap wajar dan sepele.
“Melihat besarnya prosentase kesalahan input, maka tuntutan untuk membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) kejahatan pemilu dengan agenda utama audit forensik Situng KPU sangat mendesak,” tegasnya dalam kesempatan yang sama.
Menurut Dahnil, pemilu yang jujur dan adil tidak akan bisa tercapai jika penyelenggara pemilu tidak kredibel dalam menjalankan tugasnya. Oleh karena itu imbuh dia, TPF kejahatan pemilu sangat diperlukan.
“Langkah tersebut sangat diperlukan untuk menjaga kualitas demokrasi dari hal-hal teknis yang diragukan dan membuat sistem itu tidak dipercaya oleh publik,” kata Dahnil.
Artikel ini ditulis oleh: