Jakarta, Aktual.com — Pemerintah mengakui target penerimaan negara dari sektor pajak di tahun ini tidak akan mencapai target. Untuk itu, pemerintah ingin segera mengajukan perubahan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2016.
Namun sayangnya, pemerintah malah akan mengajukan APBNP ini justru setelah RUU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty/TA) diundangkan. Pemerintah merasa ‘Pede’ dengan diundangkannya RUU tersebut dapat menggenjot penerimaan pajak.
“Jadi waktu terbaik pengajuan APBNP 2016 ini setelah RUU TA diundangkan. Bahkan mestinya pengajuan APBNP itu setelah ada realisasi 2-3 bulan dari RUU TA itu,” ujar Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro saat raker dengan Badan Anggaran (Banggar), di Gedung DPR Jakarta, Rabu (17/2).
Menurut dia, potensi dari RUU TA ini sangat besar dapat mengeruk penerimaan pajak. “Mestinya diundangkan dulu RUU TA, baru kemudian kami ajukan RUU APBNP 2016,” tegas dia lagi.
Selama ini, pemerintah sendiri sangat ngotot RUU TA ini segera diundangkan. Pemerintah berharap, di kuartal pertama ini dapat segera diundangkan. “Karena di tahun lalu penerimaan negara dari pajak mencapai 83 persen. Tapi di tahun ini bisa kembaki tidak mencapai target karena adanya penurunan harga minyak dunia yang di luar proyeksi pemerintah,” jelas dia.
Dalam APBN 2016 asumsi harga minyak dunia di angka US$50 per barrel. Tapi dengan adanya penurunan yang terus terjadi ini, asumsi yang masuk akal di angka US$30-35 per barrel.
“Sehingga yang paling terkena dampaknya itu dari PPh Migas, royalti tambang, dan penerimaan negara lainnya yang terkait migas. Sehingga asumsi harga minyak dunia di level US$30-35 per barrel,” tegasnya.
Dalam APBN 2016 target penerimaan negara dari sektor pajak mencapai Rp1.546 triliun. Dilihat dari perekonomian negara yang masih slow down, maka target ini dianggap sangat ambisius. Maka pihak DPR pun meminta agar pengajuan APBNP 2016 sesegera mungkin untuk mengkoreksi target-target penerimaan, tanpa harus menunggu diundangkannya RUU TA.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan