Jakarta, Aktual.com — Pengamat ekonomi, Ichsanuddin Noorsy mengungkapkan pembahasan RAPBN 2016 di Banggar jangan terkesan terburu-buru. Pasalnya, banggar DPR menjanjikan pembahasan RAPBN selesai pada 22 Oktober tersebut terkesan tidak melakukan pembahasan secara kritis pada pokok permasalahan bangsa. Ada Indikasi kepentingan kelompok untuk menyegerakan selesainya RAPBN 2016 dan bisa dibawa Presiden Jokowi ke Amerika Serikat.
“Angota Banggar DPR harus melihat persoalan ekonomi yang dihadapi sangat berat, langkah yang terburu-buru menjadi hal yang tidak layak. Apalagi sebagian besar angota dewan merupakan anggota baru dan kurang pengalaman, pengetahuan, kepekaan, ketajaman kecukupan informasi dan keterampilan untuk kebijakan. Walaupun mereka mempunyai pengalaman pada saat menggodok RAPBN-P 2015 namun bukan berarti mereka mempunyai pengalaman yang cukup karena terbukti APBN-P 2015 menimbulkan masalah,” ujar Noorsy di Jakarta, Rabu (21/10).
Menurutnya, Kinerja DPR dalam pembahasan APBNP 2015, jauh panggang dari api. Serapan angaran pemerintah pada 2015 masih sangat rendah, begitupun realisasi target pajak.
“APBNP 2015 adalah bukti, bukan menyelesaikan masalah namun malah menjadi masalah. Jadi tidak perlu diulang di APBN 2016,” pintanya.
Apalagi mengenai pertumbuhan ekonomi, lanjutnya, asumsi pertumbuhan ekonomi 2016 paling tinggi sekitar 5,2%. Namun pembahasan RAPBN 2016 harus memperhatikan efektifitas realisasi anggaran.
“Banggar DPR tidak usah terburu-buru menyelesaikan pembahasan RAPBN 2016 daripada menghasilkan APBN yang buruk. RAPBN yang terburu-buru akan melahirkan kualitas kebijakan yang buruk, lebih baik melihat kenyataan yang ada, kenyataan seperti kenaikkan tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran, penurunan indeks persaingan, dan sengitnya pertarungan ekonomi Amerika dengan China,” pungkasnya.
Seperti diketahui, Wakil ketua DPR RI Fahri Hamzah mengungkapkan kepergian Jokowi ke AS mengundang pertanyaan terkait deal-deal penting termasuk soal perpanjangan kontrak PT Freeport. Bahkan, pembahasan RAPBN 2016 cenderung berlangsung lambat dan kurang dinamis sebagaimana pembahasan APBN pada periode sebelumnya.
“Selain itu, PMN kurang mendapat tanggapan dari Banggar DPR-RI. Banyak catatan yang seharusnya disampaikan. Kecenderungan ekspansi Menteri Rini Soemarno perlu dicermati. Jangan sampai jadi beban di masa depan,” jelasnya.
Presiden Jokowi diketahui mengandalkan Meneg BUMN Rini Soemarno dalam fund rising. Menteri Rini juga menggarap deal-deal antara BUMN dengan China.
Dengan dua sayap pencari dana dan dukungan politik ini, Jokowi nyaris tidak memerlukan politik di parlemen. (Laporan: Dadang)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka